Eragon (Bab 35)
28 November
2013 pukul 20:25
PEMBALASAN
RA'ZAC
Tusukan-tusukan
samar yang terrasa nyeri membangunkan Eragon. Setiap denyutan aliran darah ke
kepalanya membawa arus rasa sakit yang baru. Ia membuka matanya dengan susah
payah dan mengernyit; air mata menggenangi matanya saat ia memandang langsung
ke lentera yang terang-benderang. Ia mengerjapkan mata dan membuang muka.
Sewaktu mencoba duduk, ia menyadari kedua tangannya dalam keadaan terikat di
belakang punggungnya.
Ia berpaling
dan melihat lengan Brom. Eragon merasa lega melihat mereka berdua diikat
menjadi satu. Kenapa begitu? Ia berusaha keras memikirkannya hingga kesadaran
itu tiba-tiba melintas dalam benaknya, Mereka tidak akan mengikat orang yang
sudah mati! Tapi lalu siapa "mereka" itu? Ia memutar kepala lebih
jauh lagi, lantas berhenti saat matanya memandang sepasang sepatu bot hitam di
hadapannya yang mungkin sudah sedari tadi berada disana sengaja menunggu
dirinya tersadar.
Berlahan
Eragon mencoba menengadah menelusuri sosok hitam itu dan “Kau!...”
Eragon
menengadah, memandang lurus ke wajah Ra'zac yang berkerudung. Ketakutan
menyebar dalam dirinya. Ia berusaha menjangkau kekuatan sihirnya dan hendak
mengucapkan kata yang akan membunuh Ra'zac itu, tapi lalu berhenti kebingungan.
Ia tidak bisa mengingat kata itu. Dengan frustrasi ia mencoba lagi hanya untuk
merasakan kata itu lepas dari cengkeramannya.
Di atasnya
Ra'zac tertawa dingin. "Obatnya bekerja, yesss?
Sepertinya
kau tidak akan bisa mengganggu kami lagi, penunggang jalanan!."
Terdengar
suara gemeretak di sebelah kirinya. Eragon tertegun saat melihat Ra'zac kedua
memberangus mulut Saphira dengan kasar. Sayap Saphira dijepit di sisi tubuhnya
dengan rantai hitam, kakinya diborgol. Eragon mencoba menghubunginya, tapi
tidak merasakan apa pun.
"Ia
sangat kooperatif begitu kami mengancam akan membunuhmu," desis Ra'zac.
Sambil berjongkok di dekat lentera, ia mengaduk-aduk tas Eragon, memeriksa dan
membuang berbagai benda didalamnya hingga menemukan Zar'roc. "Benar-benar
benda yang cantik untuk orang yang begitu... remeh. Mungkin aku akan
menyimpannya." Ia membungkuk lebih dekat dan mencibir, "Atau,
mungkin, kalau kau bersikap baik, majikan kami akan mengizinkan kau
mengelapnya." Napasnya yang menyeruak basah dan berbau daging busuk
semakin membuat Eragon mual.
Lalu ia
membalik-balik pedangnya dan mendesis saat melihat simbol di sarungnya.
Rekannya bergegas mendekat. Mereka berdiri di atas pedangnya, mendesis dan
berdecak. Akhirnya mereka memandang Eragon. "Kau akan mengabdi pada
majikan kami dengan sangat baik, yesss."
Eragon
memaksa lidahnya yang terasa tebal untuk berbicara: "Kalau itu terjadi,
aku akan membunuh kalian."
Mereka
tergelak pelan. "Oh, tidak, kami terlalu berharga. Tapi kau... kau bisa dibuang."
Terdengar geraman yang dalam dari mulut Saphira yang dibungkam, asap
bergulung-gulung dari cuping hidungnya. Ra'zac tampak tidak peduli.
Perhatian
mereka teralih sewaktu Brom mengerang dan berguling menyamping. Salah seorang
Ra'zac menyambar kemeja Brom dan melemparkannya ke samping tanpa susah payah.
"Obatnya mulai berkurang."
"Beri
lagi."
"Kita
bunuh sssaja mahkluk tua ini!," kata Ra'zac yang lebih pendek. "Ia
menyebabkan banyak masalah bagi kita."
Ra'zac yang
lebih jangkung mengelus-elus pedangnya dengan jarinya yang aneh. "Rencana
yang bagus. Tapi ingat, Raja memerintahkan untuk menangkap mereka
hidup-hidup."
"Kita
bisssa mengatakan ia terbunuh saat kita beruasaha menangkap mereka dan tewas
terbunuh atas perlawanannya."
"Bagaimana
dengan yang satu itu?" tanya Ra'zac, menunjukkan pedangnya ke arah Eragon.
"Kalau ia buka mulut?" Temannya tertawa dan mencabut sebilah pisau
yang tampak mengerikan. "Ia tidak akan berani."
Lama suasana
sunyi, lalu, "Ssetuju." Mereka menyeret Brom ke tengah perkemahan dan
memaksanya berlutut. Tubuh Brom merosot kesamping. Eragon mengawasi dengan
ketakutan yang semakin besar. Saat ini juga Aku harus membebaskan diri!, Brom
dalam bahaya!. Ia menarik-narik talinya, tapi talinya terlalu kuat untuk bisa
diputuskan dalam keadaan seperti ini tanpa sihir. "Jangan coba-coba,"
kata Ra'zac yang jangkung, Sambil menyodoknya dengan pedang. Ia mengendus-endus
udara, ada yang dirisaukannya.
Ra'zac yang
lain menggeram, menyentakkan kepala Brom ke belakang dengan kejam, dan langsung
mengayunkan pisaunya ke leher Brom yang terpapar. Tepat pada saat itu terdengar
desingan pelan, diikuti lolongan Ra'zac. Sebatang anak panah mencuat dari
bahunya. Ra'zac yang terdekat dengan Eragon, bergegas membuang diri ke tanah,
nyaris terkena anak panah kedua. Ia bergegas merayap mendekati rekannya yang
terluka, dan mereka melotot ke kegelapan, mendesis-desis marah. Mereka tidak
berusaha menghentikan Brom yang beranjak bangkit dengan susah payah.
"Tiarap!" seru Eragon.
Brom goyah,
lalu terhuyung-huyung mendekati Eragon. Sementara lebih banyak anak panah lagi
menghujani perkemahan dari para penyerang yang tidak terlihat, Ra'zac
bergulingan ke balik batu besar. Sejenak tidak terjadi apa-apa, lalu anak-anak
panah berhamburan dari arah berlawanan. Karena tidak menduganya, Ra'zac lamban
bereaksi. Mantel mereka tembus di beberapa tempat, dan sebatang anak panah yang
patah menancap di lengan salah satu Ra'zac.
Diiringi
jeritan liar, Ra'zac yang lebih kecil melarikan diri ke jalan, dengan buas
menendang Eragon ke samping saat melintas. Rekannya meraba-raba, lalu menyambar
pisau dari tanah dan berlari mengejar temannya. Saat meninggalkan perkemahan,
ia melemparkan pisau itu ke Eragon.
Cahaya aneh
tiba-tiba berkilau di mata Brom. Ia membuang diri ke depan Eragon, mulutnya
terbuka meneriakkan raungan. Pisau menghantam dirinya diiringi bunyi pelan, dan
ia mendarat keras pada bahunya. Kepalanya terkulai.
"Tidak!"
jerit Eragon, meskipun ia meringkuk kesakitan. Ia mendengar suara langkah kaki,
lalu matanya terpejam dan ia tidak mengetahui apa-apa lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar