Eragon (Bab 27)
27 November
2013 pukul 20:32
MEMBACA DAN
BERBAGAI RENCANA
Brom
mencoretkan sebuah huruf di perkamen dengan sepotong arang, lalu menunjukkannya
pada Eragon. "Ini huruf A," katanya. "Hafalkanlah."
Dengan itu,
Eragon memulai tugasnya belajar membaca. Tugas itu sulit, aneh, dan mendorong
intelektualitasnya hingga sampai batas kemampuannya saat itu, tapi ia tetap
bersemangat untuk hal baru dan menikmatinya. Tanpa ada kegiatan lain untuk
dilakukan dan dengan guru yang handal, walaupun kadang tidak sabar ia
memperoleh kemajuan dengan cepat.
Dalam waktu
singkat rutinitas terbentuk. Setiap hari Eragon bangun, sarapan di dapur, lalu
pergi ke ruang belajar untuk mengikuti pelajaran. Ia bersusah payah
menghafalkan bunyi huruf dan aturan-aturan menulis. Begitu kerasnya ia berusaha
hingga setiap kali ia memejamkan mata, huruf-huruf dan kata-kata menari dalam
benaknya. Ia hampir tidak memikirkan hal-hal lain selama waktu itu.
Sebelum
makan malam, ia dan Brom pergi ke belakang rumah Jeod dan berlatih-tanding.
Para pelayan, bersama sekelompok kecil anak yang terbelalak, datang menonton
mereka. Kalau masih ada waktu sesudahnya, Eragon berlatih sihir dalam kamar,
dengan tirai tertutup rapat. Satu-satunya kekhawatirannya hanyalah Saphira. Ia
mengunjungi naganya setiap malam, tapi waktu berkumpul itu tidak cukup lama
bagi mereka. Di siang hari, Saphira menghabiskan sebagian besar waktunya
bermil-mil dari sana untuk mencari makanan, ia tidak bisa berburu di dekat
Teirm tanpa menimbulkan kecurigaan. Eragon berusaha sebaik-baiknya untuk
membantu, tapi ia mengetahui satu-satunya pemecahan bagi kelaparan walaupun
kesepian yang dirasakan Saphira adalah dengan meninggalkan kota sejauh-jauhnya.
Setiap hari semakin banyak berita buruk yang masuk ke Teirm. Para pedagang yang
datang menceritakan kisah-kisah mengerikan tentang serangan di sepanjang
pantai. Ada laporan mengenai menghilangnya orang-orang yang berkuasa dari rumah
mereka di malam hari dan mayat mereka yang tercabik-cabik ditemukan keesokan
paginya. Eragon sering mendengar Brom dari Jeod mendiskusikan kejadian-kejadian
ini dengan suara pelan, tapi mereka selalu menghentikan pembicaraan setiap kali
ia mendekat.
Hari-hari
berlalu dengan cepat, dan tidak lama kemudian seminggu berlalu. Kemampuan
Eragon masih di tingkat dasar, tapi ia sekarang bisa membaca satu halaman penuh
tanpa meminta bantuan Brom. Ia masih lambat dalam membaca, tapi ia mengetahui
kecepatan akan datang seiring dengan waktu. Brom mendorong semangatnya,
"Tidak penting, kemampuanmu sekarang sudah cukup baik untuk
rencanaku."
Hari sudah
sore sewaktu Brom memanggil Jeod dan Eragon ke ruang belajar. Brom memberi
isyarat kepada Eragon. "Sekarang setelah kau bisa membantu kami, kupikir
sudah waktunya untuk melanjutkan rencana kita."
"Apa
rencanamu?" tanya Eragon.
Senyum lebar
menari-nari di wajah Brom. Jeod mengerang. "Aku kenal ekspresi itu;
ekspresi itulah yang menyebabkan kami mendapat masalah dulu."
"Terlalu
dibesar-besarkan," kata Brom, "tapi bukannya tidak diperlukan.
Baiklah, inilah yang akan kita lakukan..."
Kita akan
berangkat malam ini atau besok, kata Eragon pada Saphira dari kamar tidurnya.
Ini tidak
terduga. Apakah kau akan aman selama petualangan ini?
Eragon
mengangkat bahu. Entahlah. Kita mungkin akan dengan sangat terpaksa melarikan
diri dari Teirm dengan diburu para prajurit.
Eragon
merasakan kekhawatiran Saphira dan mencoba menenangkannya. Tidak apa-apa. Brom
dan aku bisa menggunakan sihir, dan kami mampu berkelahi dengan baik.
Ia berbaring
di ranjang dan menatap langit-langit. Kedua tangan agak gemetar, dan
tenggorokannya terasa tersumbat. Saat tidur menguasai dirinya, ia merasakan
gelombang kebingungan. Aku tidak ingin meninggalkan Teirm, pikirnya tiba-tiba.
Waktu yang kuhabiskan di sini nyaris normal. Aku bersedia memberikan apa saja
asalkan tidak pindah terus. Menetap di sini dan menjadi seperti orang lain pada
umumnya, terasa luar biasa. Lalu, pikiran lain menderu dalam dirinya. Tapi aku
tidak akan pernah bisa begitu selama ada Saphira Selamanya.
Mimpi-mimpi
menguasai kesadaran Eragon, memuntir dan mengarahkannya seenaknya. Terkadang ia
merintih ketakutan, di lain waktu ia tertawa gembira. Lalu ada yang berubah
rasanya matanya seolah terbuka untuk pertama kalinya dan mimpi yang jauh lebih
jelas daripada mimpi-mimpi sebelumnya melintas dalam dirinya.
Ia melihat
seorang wanita muda, membungkuk akibat penderitaan, terikat rantai dalam sel
yang dingin dan keras. Seberkas cahaya matahari menerobos jendela berjeruji
yang terletak tinggi di dinding dan menerangi wajah wanita itu. Setetes air
mata bergulir menuruni pipinya, seperti sebutir berlian cair.
Eragon
tersentak bangun dan mendapati dirinya menangis tak terkendali sebelum tertidur
resah lagi malam itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar