Sabtu, 18 Januari 2014

Eragon 27



Eragon (Bab 27)
27 November 2013 pukul 20:32
MEMBACA DAN BERBAGAI RENCANA

Brom mencoretkan sebuah huruf di perkamen dengan sepotong arang, lalu menunjukkannya pada Eragon. "Ini huruf A," katanya. "Hafalkanlah."
Dengan itu, Eragon memulai tugasnya belajar membaca. Tugas itu sulit, aneh, dan mendorong intelektualitasnya hingga sampai batas kemampuannya saat itu, tapi ia tetap bersemangat untuk hal baru dan menikmatinya. Tanpa ada kegiatan lain untuk dilakukan dan dengan guru yang handal, walaupun kadang tidak sabar ia memperoleh kemajuan dengan cepat.
Dalam waktu singkat rutinitas terbentuk. Setiap hari Eragon bangun, sarapan di dapur, lalu pergi ke ruang belajar untuk mengikuti pelajaran. Ia bersusah payah menghafalkan bunyi huruf dan aturan-aturan menulis. Begitu kerasnya ia berusaha hingga setiap kali ia memejamkan mata, huruf-huruf dan kata-kata menari dalam benaknya. Ia hampir tidak memikirkan hal-hal lain selama waktu itu.
Sebelum makan malam, ia dan Brom pergi ke belakang rumah Jeod dan berlatih-tanding. Para pelayan, bersama sekelompok kecil anak yang terbelalak, datang menonton mereka. Kalau masih ada waktu sesudahnya, Eragon berlatih sihir dalam kamar, dengan tirai tertutup rapat. Satu-satunya kekhawatirannya hanyalah Saphira. Ia mengunjungi naganya setiap malam, tapi waktu berkumpul itu tidak cukup lama bagi mereka. Di siang hari, Saphira menghabiskan sebagian besar waktunya bermil-mil dari sana untuk mencari makanan, ia tidak bisa berburu di dekat Teirm tanpa menimbulkan kecurigaan. Eragon berusaha sebaik-baiknya untuk membantu, tapi ia mengetahui satu-satunya pemecahan bagi kelaparan walaupun kesepian yang dirasakan Saphira adalah dengan meninggalkan kota sejauh-jauhnya. Setiap hari semakin banyak berita buruk yang masuk ke Teirm. Para pedagang yang datang menceritakan kisah-kisah mengerikan tentang serangan di sepanjang pantai. Ada laporan mengenai menghilangnya orang-orang yang berkuasa dari rumah mereka di malam hari dan mayat mereka yang tercabik-cabik ditemukan keesokan paginya. Eragon sering mendengar Brom dari Jeod mendiskusikan kejadian-kejadian ini dengan suara pelan, tapi mereka selalu menghentikan pembicaraan setiap kali ia mendekat.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan tidak lama kemudian seminggu berlalu. Kemampuan Eragon masih di tingkat dasar, tapi ia sekarang bisa membaca satu halaman penuh tanpa meminta bantuan Brom. Ia masih lambat dalam membaca, tapi ia mengetahui kecepatan akan datang seiring dengan waktu. Brom mendorong semangatnya, "Tidak penting, kemampuanmu sekarang sudah cukup baik untuk rencanaku."
Hari sudah sore sewaktu Brom memanggil Jeod dan Eragon ke ruang belajar. Brom memberi isyarat kepada Eragon. "Sekarang setelah kau bisa membantu kami, kupikir sudah waktunya untuk melanjutkan rencana kita."
"Apa rencanamu?" tanya Eragon.
Senyum lebar menari-nari di wajah Brom. Jeod mengerang. "Aku kenal ekspresi itu; ekspresi itulah yang menyebabkan kami mendapat masalah dulu."
"Terlalu dibesar-besarkan," kata Brom, "tapi bukannya tidak diperlukan. Baiklah, inilah yang akan kita lakukan..."
Kita akan berangkat malam ini atau besok, kata Eragon pada Saphira dari kamar tidurnya.
Ini tidak terduga. Apakah kau akan aman selama petualangan ini?
Eragon mengangkat bahu. Entahlah. Kita mungkin akan dengan sangat terpaksa melarikan diri dari Teirm dengan diburu para prajurit.
Eragon merasakan kekhawatiran Saphira dan mencoba menenangkannya. Tidak apa-apa. Brom dan aku bisa menggunakan sihir, dan kami mampu berkelahi dengan baik.
Ia berbaring di ranjang dan menatap langit-langit. Kedua tangan agak gemetar, dan tenggorokannya terasa tersumbat. Saat tidur menguasai dirinya, ia merasakan gelombang kebingungan. Aku tidak ingin meninggalkan Teirm, pikirnya tiba-tiba. Waktu yang kuhabiskan di sini nyaris normal. Aku bersedia memberikan apa saja asalkan tidak pindah terus. Menetap di sini dan menjadi seperti orang lain pada umumnya, terasa luar biasa. Lalu, pikiran lain menderu dalam dirinya. Tapi aku tidak akan pernah bisa begitu selama ada Saphira Selamanya.
Mimpi-mimpi menguasai kesadaran Eragon, memuntir dan mengarahkannya seenaknya. Terkadang ia merintih ketakutan, di lain waktu ia tertawa gembira. Lalu ada yang berubah rasanya matanya seolah terbuka untuk pertama kalinya dan mimpi yang jauh lebih jelas daripada mimpi-mimpi sebelumnya melintas dalam dirinya.
Ia melihat seorang wanita muda, membungkuk akibat penderitaan, terikat rantai dalam sel yang dingin dan keras. Seberkas cahaya matahari menerobos jendela berjeruji yang terletak tinggi di dinding dan menerangi wajah wanita itu. Setetes air mata bergulir menuruni pipinya, seperti sebutir berlian cair.
Eragon tersentak bangun dan mendapati dirinya menangis tak terkendali sebelum tertidur resah lagi malam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar