Eragon (Bab 29)
27 November
2013 pukul 20:35
KESALAHAN
YANG FATAL
Di pagi
harinya Eragon dan Brom mengambil tas-tas pelana mereka dari istal dan
bersiap-siap berangkat. Jeod menyapa Brom sementara Helen mengawasi dari ambang
pintu. Dengan ekspresi muram, kedua pria itu berjabatan tangan. "Aku akan
merindukanmu, pak tua," kata Jeod.
"Dan
aku akan merindukanmu," kata Brom berat. Ia membungkukkan kepalanya yang
berambut putih dan berpaling pada Helen. "Terima kasih untuk keramahanmu;
kau sangat baik." Wajah Helen memerah. Eragon mengira Helen akan menampar
Brom. Brom melanjutkan, sama sekali tidak terusik, "Kau memiliki suami
yang baik; jaga dirinya baik-baik. Hanya sedikit pria yang seberani dan setegas
dirinya. Tapi bahkan ia tidak bisa mengatasi masa-masa sulit tanpa dukungan
dari orang yang dicintainya. Ia kembali membungkuk dan berkata lembut,
"Hanya sekadar saran, nyonya yang baik.
Eragon
mengawasi ekspresi tersinggung dan keras kepala melintas di wajah Helen. Mata
Helen berkilau menyambar saat ia menutup pintu dengan kasar. Sambil mendesah,
Jeod menyisir rambut dengan jemarinya. Eragon mengucapkan terima kasih untuk
semua bantuannya, lalu naik ke punggung Cadoc. Sesudah mengucapkan selamat
berpisah, ia dan Brom berlalu.
Di gerbang
selatan Teirm, para penjaga membiarkan mereka lewat tanpa melirik sedikit pun.
Sewaktu mereka berkuda bawah dinding luar yang sangat tinggi, Eragon melihat
gerakan di keremangan. Solembum duduk di tanah, ekornya bergerak-gerak. Kucing
jadi-jadian itu mengikuti mereka dengan pandangannya yang tidak bisa dibaca.
Sewaktu kota mengecil di kejauhan, Eragon bertanya, "Kucing jadi-jadian
itu apa?"
Brom tampak
terkejut mendengar pertanyaan itu. "Kenapa kau tiba-tiba tertarik?"
"Aku
tanpa sengaja mendengar pembicaraan orang di Teirm.
Kucing
jadi-jadian tidak ada, bukan?" Eragon bertanya, pura-pura bodoh.
"Mereka
cukup nyata. Selama tahun-tahun kejayaan para Penunggang, kucing jadi-jadian
sama terkenalnya seperti naga. Raja dan elf memelihara mereka sebagai
pendamping tapi kucing jadi-jadian bebas untuk melakukan apa saja sesuka hati
mereka. Sangat sedikit yang pernah diketahui tentang mereka. Aku khawatir ras
mereka telah langka akhir-akhir ini."
"Mereka
bisa menggunakan sihir?" tanya Eragon.
"Tidak
ada yang tahu pasti, tapi mereka jelas bisa melakukan tindakan-tindakan yang
tidak biasa. Mereka tampaknya selalu mengetahui apa yang terjadi dan entah
dengan cara bagaimana berhasil melibatkan diri." Brom menaikkan
kerudungnya untuk menghalangi angin yang dingin menusuk.
"Helgrind
itu apa?" tanya Eragon, sesudah berpikir sejenak.
"Kau
akan melihatnya sendiri sesudah kita tiba di DrasLeona.
Sewaktu
Teirm tidak terlihat lagi, Eragon menjangkau dengan Pikirannya dan memanggil,
Saphira! Kekuatan teriakan mentalnya begitu kuat hingga Cadoc menjentikkan
telinganya karena Jengkel.
Saphira
menjawab dan melesat ke arah mereka dengan segenap kekuatannya. Eragon dan Brom
mengawasi sementara sesosok gelap melesat dari awan, lalu mendengar raungan
teredam saat sayap-sayap Saphira terbentang membuka. Matahari bersinar di balik
membran tipisnya, mengubahnya menjadi tembus pandang dan memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah yang gelap. Saphira mendarat diiringi semburan angin.
Eragon
melemparkan kekang Cadoc kepada Brom. "Akan kutemui kau makan siang
nanti."
Brom
mengangguk, tapi tampaknya sibuk berpikir. "Bersenang-senanglah,"
katanya, lalu memandang Saphira dan tersenyum melihatmu lagi." Kau juga.
Eragon
melompat ke bahu Saphira dan berpegangan erat-erat sementara ia membubung.
Dengan angin di ekornya Saphira menerobos udara. Pegangan, katanya
memperingatkan Eragon, dan sambil menggeram liar, ia membubung membentuk
lingkaran besar. Eragon berteriak gembira sambil membentangkan tangan di udara,
berpegangan hanya dengan kaki.
Tak kusangka
aku bisa tetap berada di punggungmu sementara kau berbuat begitu tanpa
mengikatkan diri ke pelana lebih dulu, kata Eragon, sambil tersenyum lebar.
Aku juga
tidak menyangka, Saphira mengakui, tertawa dengan caranya yang aneh. Eragon
memeluknya erat-erat, dan mereka terbang lurus, para penguasa langit.
Pada tengah
hari kaki Eragon terasa sakit karena menunggang Saphira tanpa pelana. Tangan
serta wajahnya mati rasa karena udara dingin. Sisik-sisik Saphira selalu terasa
hangat kalau disentuh, tapi ia tidak bisa mencegah Eragon kedinginan. Sewaktu
mereka mendarat untuk makan siang, Eragon membenamkan kedua tangan ke balik pakaian
dan mencari tempat duduk yang hangat dan disinari matahari. Sementara ia dan
Brom makan, Eragon bertanya pada Saphira, Kau keberatan kalau aku menunggang
Cadoc? Ia memutuskan akan menanyai Brom lebih jauh tentang masa lalunya.
Tidak, tapi
beritahu aku apa yang dikatakannya. Eragon tidak terkejut Saphira mengetahui
rencananya. Nyaris mustahil menyembunyikan apa pun dari Saphira karena mereka
berhubungan secara mental. Sesudah mereka selesai makan, Saphira terbang pergi
sementara Eragon menggabungkan diri dengan Brom di jalan setapak. Setelah
beberapa waktu, Eragon memperlambat Cadoc dan berkata, "Ada yang perlu
kubicarakan denganmu. Aku ingin melakukannya sewaktu kita pertama kali tiba di
Teirm, tapi kuputuskan untuk menunggu hingga sekarang."
"Mengenai
apa?" tanya Brom.
Eragon diam
sejenak. "Ada banyak kejadian yang tidak kupahami. Misalnya, siapa
'teman-temanmu', dan kenapa kau bersembunyi di Carvahall. Aku mempercayakan
hidupku padamu, itu sebabnya aku masih bepergian bersamamu aku perlu mengetahui
lebih banyak tentang siapa dirimu apa yang kaulakukan. Apa yang kau curi di
Gil'ead dulu dan apa tuatha du orothrim yang harus kujalani itu? Kupikir semua
yang terjadi, aku layak mendapat penjelasan."
"Kau
menguping pembicaraan kami."
"Hanya
sekali," kata Eragon.
"Kulihat
kau masih juga belum belajar bersikap sopan," kata Brom muram, sambil
menarik-narik janggut. "Apa yang membuatmu berpikir hal itu ada kaitannya
denganmu?"
"Tidak
ada, sebenarnya," kata Eragon sambil mengangkat bahu, "Hanya saja
fakta bahwa kau bersembunyi di Carvahall sewaktu aku menemukan telur Saphira,
dan bahwa kau juga mengetahui begitu banyak hal mengenai naga, menurutku
merupakan kebetulan yang aneh. Semakin kupikirkan, semakin kecil kemungkinan
bahwa kejadian-kejadian itu hanya kebetulan. Ada petunjuk-petunjuk lain yang
selama ini kuabaikan, tapi sekarang terasa jelas kalau kupikirkan kembali.
Seperti bagaimana kau bisa mengetahui tentang Ra'zac dan kenapa mereka
melarikan diri sewaktu kau mendekat. Dan aku tidak bisa tidak merasa penasaran
tentang apakah kau ada kaitannya dengan kemunculan telur Saphira. Banyak yang
belum kauceritakan pada kami, dan Saphira serta diriku tidak lagi bisa
mengabaikan apa pun yang mungkin berbahaya."
Kerut-kerut
muram muncul di kening Brom sementara ia menarik kekang Snowfire dan
menghentikan hewan itu. "Kau tidak mau menunggu?" tanyanya. Eragon
menggeleng keras kepala. Brom mendesah. "Ini tidak akan menjadi masalah
kalau kau tidak securiga itu, tapi kurasa kau tak akan layak mendapat waktuku
kalau tidak begitu." Eragon tidak yakin apakah harus menganggap kata-kata
tersebut sebagai pujian atau sebaliknya. Brom menyulut pipa dan perlahan-lahan
mengembuskan asapnya ke udara. "Akan kujawab pertanyaanmu," katanya,
"tapi kau harus mengerti bahwa aku tidak bisa memberitahukan
semuanya." Eragon hendak memprotes tapi
Brom
memotongnya. "Bukan karena aku ingin merahasiakan, tapi karena aku tidak
akan mengungkapkan rahasia yang bukan rahasiaku. Ada cerita-cerita lain yang
terjalin dalam kisah ini. Kau harus berbicara dengan orang-orang lain yang
terlibat untuk mengetahui bagian lain cerita."
Baiklah.
Jelaskan sebisamu," kata Eragon.
"Kau
yakin?" tanya Brom. "Ada beberapa alasan kenapa aku merahasiakannya.
Aku berusaha melindungimu dengan menghalangi kekuatan-kekuatan yang akan
mencabik-cabik dirimu. Begitu kau mengetahui tentang mereka dan tujuan mereka
kau tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menjalani kehidupan dengan
tenang. Kau akan terpaksa memilih akan berpihak ke mana dan mempertahankannya.
Kau benar-benar ingin tahu?"
"Aku
tidak bisa menjalani hidupku tanpa mengetahui apa-apa," kata Eragon dengan
suara pelan.
"Tujuan
yang layak.... Baiklah: ada perang yang berlangsung di Alagaesia antara Varden
dan Kekaisaran. Tapi konflik mereka melebihi sekadar adu senjata yang tanpa
sengaja. Mereka terkunci dalam perebutan kekuasaan luar biasa besar... yang
berpusat pada dirimu."
"Aku?"
kata Eragon, dengan nada tidak percaya. "Itu mustahil. Aku tidak ada
kaitannya dengan satu pun dari mereka."
"Belum,"
kata Brom, "tapi keberadaanmulah yang menjadi fokus pertempuran mereka.
Varden dan Kekaisaran bukan memperebutkan kendali atas tanah ini atau atas
rakyatnya. Tujuan mereka adalah mengendalikan para Penunggang generasi berikut,
dan kau adalah yang pertama. Siapa pun yang mengendalikan para Penunggang ini
tak ragu lagi akan menjadi penguasa Alagaesia."
Eragon
mencoba memahami pernyataan Brom. Rasanya sulit memahami bahwa begitu banyak
orang tertarik pada dirinya dan Saphira. Tidak seorang pun selain Brom yang
pernah menganggap dirinya penting. Seluruh konsep bahwa Kekaisaran dan Varden
bertempur memperebutkan dirinya terlalu abstrak untuk bisa dipahaminya
sepenuhnya. Berbagai keberatan dengan cepat terbentuk dalam benaknya.
"Tapi semua Penunggang terbunuh, 'kecuali kaum Terkutuk yang bergabung
dengan Galbatorix. Sepanjang sepengetahuanku, bahkan mereka pun sekarang tewas.
Dan di Carvahall kau memberitahuku tidak seorang pun mengetahui apakah masih
ada naga di Alagaesia atau tidak."
"Aku
berbohong mengenai naganya," kata Brom terus terang. "Sekalipun para
Penunggang sudah habis, masih ada tiga telur naga yang tersisa dan semuanya
dikuasai Galbatorix. Sebenarnya. sekarang hanya ada dua, karena Saphira telah
menetas. Raja menyelamatkan ketiganya dalam pertempuran besar terakhir melawan
para Penunggang."
"Jadi
mungkin tidak lama lagi akan ada dua Penunggang
keduanya
setia pada Raja?" tanya Eragon muram.
"Tepat
sekali," kata Brom. "Sekarang sedang berlangsung perlombaan yang
mematikan. Galbatorix mati-matian berusaha menemukan orang-orang untuk siapa
telur-telurnya akan menetas, sementara Varden menggunakan segala cara untuk
membunuh para kandidat Galbatorix atau mencuri telur-telur itu."
"Tapi
dari mana asal telur Saphira? Bagaimana bisa ada
yang
mencurinya dari Raja? Dan kenapa kau mengetahui semua?" tanya Eragon,
kebingungan.
"Begitu
banyak pertanyaan," kata Brom, sambil tertawa pahit. "Ada bab lain
untuk semua ini, bab yang terjadi lama sebelum kau dilahirkan. Sewaktu aku
masih agak lebih muda, meskipun mungkin tidak lebih bijaksana. Aku membenci
Kekaisaran untuk alasan-alasan yang akan kusimpan sendiri dan ingin merusaknya
dengan cara apa pun sebisaku. Usahaku membawaku bertemu seorang pelajar, Jeod,
yang mengaku menemukan buku yang menunjukkan jalan masuk rahasia ke istana
Galbatorix. Dengan penuh semangat kubawa Jeod ke Varden yang adalah
teman-temanku' dan mereka mengatur usaha pencurian telur itu."
Varden!
"Tapi, ada yang tidak beres, dan pencuri kami hanya berhasil mendapat satu
telur. Entah kenapa ia melarikan diri membawa telur itu dan tidak kembali pada
Varden. Sewaktu ia tidak ditemukan, Jeod dan aku dikirim untuk membawanya
kembali bersama telurnya." Pandangan Brom menerawang, dan ia berbicara
dengan nada yang aneh. "Itulah awal salah satu pencarian terbesar sepanjang
sejarah. Kami berlomba menghadapi Ra'zac dan Morzan, Penunggang Terkutuk
terakhir dan pelayan terbaik Raja."
"Morzan!"
seta Eragon. "Tapi ia yang mengkhianati para Penunggang pada
Galbatorix!" Dan itu sudah lama sekali terjadi! Morzan pasti sudah sangat
tua. Ia merasa gundah karena diingatkan berapa lama Penunggang bisa hidup.
Lalu?"
tanya Brom, sambil mengangkat alis. "Ya, ia sudah tua tapi kuat dan kejam.
Ia salah seorang pengikut pertama Raja dan sejauh ini yang paling setia. Karena
ada perselisihan di antara kami sebelumnya, perburuan atas telur itu berubah
menjadi pertempuran pribadi. Sewaktu telurnya ditemukan di Gil'ead, aku
bergegas ke sana dan bertempur melawan Morzan untuk memperolehnya. Kontes yang
mengerikan, tapi akhirnya, aku membantai dirinya. Dalam pertarungan itu aku
terpisah dari Jeod. Tidak ada waktu untuk mencari Jeod, jadi kuambil telur itu
dan kubawa ke kaum Varden, yang memintaku melatih siapa pun untuk menjadi
Penunggang baru. Aku menyetujui dan memutuskan untuk bersembunyi di Carvahall
yang kukunjungi beberapa kali sebelumnya hingga kaum Varden menghubungiku. Tapi
aku tidak pernah dipanggil."
"Kalau
begitu bagaimana telur Saphira bisa muncul di Spine? Apakah ada telur lain yang
berhasil dicuri dari Raja?" tanya Eragon.
Brom
mendengus. "Kemungkinan kecil. Galbatorix menjaga kedua telur yang tersisa
dengan begitu ketat hingga mencoba untuk mencuri keduanya sama saja dengan
bunuh diri. Tidak, Saphira dicuri dari kaum Varden, dan kupikir aku tahu
bagaimana caranya. Untuk melindungi telur itu, penjaganya pasti berusaha
mengirimkannya padaku menggunakan sihir.
"Kaum
Varden tidak menghubungiku untuk menjelaskan bagaimana mereka bisa kehilangan
telur itu, jadi kuduga kurir mereka dihadang Kekaisaran dan Ra'zac dikirim
untuk menggantikan tempat mereka. Aku yakin mereka cukup bersemangat untuk
menemukan diriku, karena aku berhasil merusak banyak rencana mereka."
"Kalau
begitu Ra'zac tidak mengetahui tentang diriku sewaktu mereka tiba di
Carvahall," kata Eragon takjub.
"Benar,"
jawab Brom. "Kalau saja si Sloan keparat itu menutup mulut, mereka mungkin
tidak tahu tentang dirimu. Kejadian bisa berlangsung cukup berbeda. Aku harus
berterima kasih padamu karena kau bisa dibilang menyelamatkan nyawaku. Kalau
Ra'zac tidak terlalu sibuk denganmu, mereka mungkin berhasil menyergapku, dan
itu berarti akhir dan Brom si tukang cerita. Satu-satunya alasan mereka lari
adalah karena aku lebih kuat dari ada mereka berdua, terutama disiang hari.
Mereka pasti sudah merencanakan untuk membius, di malam hari lalu menginterogasiku
tentang telur tersebut.
"Kau
mengirimkan pesan kepada Varden, memberitahu mereka tentang diriku?"
"Ya.
Aku yakin mereka pasti ingin aku membawamu kepada mereka secepat mungkin."
"Tapi
kau tidak akan melakukannya, bukan?"
Brom
menggeleng. "Tidak, tidak akan."
"Kenapa?
Bersama kaum Varden pasti lebih aman daripada memburu Ra'zac, terutama bagi
Penunggang baru."
Brom
mendengus dan memandang sayang Eragon. "Kaum Varden adalah orang-orang
yang berbahaya. Kalau kita menemui mereka, kau akan terlibat dalam politik dan
cara kerja mereka. para pemimpin mereka mungkin akan mengirimmu dalam suatu
misi hanya untuk menegaskan maksud mereka, walaupun kau mungkin belum cukup
kuat untuk itu. Aku ingin kau mempersiapkan diri dengan baik sebelum mendekati
kaum Varden. Setidaknya saat kita memburu Ra'zac, aku tidak perlu khawatir ada
yang akan meracuni air minummu. Ra'zac adalah yang paling tidak berbahaya di
antara kedua bajingan itu. Dan," ia berkata sambil tersenyum,
"latihanku membuatmu senang.... Tuatha du orothrim hanyalah satu tahapan
dalam pendidikanmu. Aku akan membantumu menemukan dan mungkin bahkan membunuh
Ra'zac, karena mereka juga musuhku. Tapi sesudah itu kau harus menentukan
pilihan."
"Dan
pilihan itu adalah...?" tanya Eragon waspada.
"Bergabung
atau tidak dengan Varden," kata Brom. "Kalau kau membunuh Ra'zac,
satu-satunya cara bagimu untuk melarikan diri dari kemurkaan Galbatorix adalah
mencari perlindungan Varden, melarikan diri ke Surda, atau memohon pengampunan
Raja dan bergabung dengan pasukannya. Bahkan kalau tidak membunuh Ra'zac, kau
tetap saja harus menghadapi Pilihan ini akhirnya."
Eragon
mengetahui cara terbaik untuk mendapatkan tempat perlindungan adalah bergabung
dengan kaum Varden, tapi ia tidak ingin menghabiskan sepanjang sisa hidupnya
bertempur melawan Kekaisaran seperti yang mereka lakukan. Ia memikirkan
komentar Brom mencoba mempertimbangkannya dari berbagai sudut. "Kau masih
belum menjelaskan bagaimana kau bisa mengetahui begitu banyak mengenai
naga."
"Belum,
memang belum, bukan?" kata Brom sambil tersenyum. "Itu terpaksa
menunggu lain kali."
"Kenapa
aku? tanya Eragon sendiri. Apa yang menjadikan dirinya begitu istimewa hingga
ia akan menjadi Penunggang?
Apakah kau
pernah bertemu ibuku?" ia bertanya tiba-tiba.
Brom tampak
berduka. "Ya, pernah."
"Seperti
apa dia?"
Pria tua itu
mendesah. "Ia penuh harga diri dan martabat seperti Garrow. Pada akhirnya
itulah yang menjatuhkan dirinya" tapi bagaimanapun itulah salah satu sifat
baiknya.... Ia selalu membantu orang miskin dan yang kurang beruntung, tidak
peduli bagaimana situasinya sendiri."
"Kau
mengenalnya dengan baik?" tanya Eragon, terkejut.
"Cukup
baik untuk merindukannya saat ia pergi."
Sementara
Cadoc terus berderap, Eragon mencoba mengingat kapan dirinya menganggap Brom
tidak lebih daripada pria tua biasa yang senang bercerita. Untuk pertama
kalinya Eragon memahami betapa bodoh dirinya selama ini.
Ia
memberitahu Saphira apa yang barusan diketahuinya. Saphira senang mendengar
cerita Brom, tapi tidak suka ketika memikirkan akan menjadi salah satu milik
Galbatorix. Akhirnya Saphira berkata, Tidakkah kau senang karena tidak tinggal
terus di Carvahall? Pikirkan semua pengalaman menarik yang pasti kaulewatkan
kalau kau tetap di sana! Eragon mengerang pura-pura jengkel.
Sewaktu
mereka berhenti di akhir hari itu, Eragon mencari air sementara Brom memasak
makan malam. Ia menggosok-gosokkan kedua tangannya untuk mendapatkan kehangatan
sambil berjalan dalam lingkaran besar, memasang telinga untuk mendengarkan
suara aliran air. Sela-sela pepohonan tampak suram dan lembap.
Ia menemukan
sungai kecil agak jauh dari kemah, lalu berjongkok di tepinya dan memandangi
air mengalir deras memercik di bebatuan, mencelupkan ujung jemarinya. Air
pegunungan yang sedingin es berputar-putar di sekitar kulitnya menyebabkan
jemarinya mati rasa. Sungai tidak peduli apa yang terjadi pada kami, atau siapa
pun, pikir Eragon. Ia menggigil, dan berdiri.
Jejak yang
tidak biasa di seberang sungai menarik perhatiannya. Jejak itu berbentuk aneh
dan sangat besar. Karena penasaran, ia melompati sungai ke tonjolan batu.
Sewaktu mendarat, kakinya menginjak sepetak lumut basah. Ia menyambar sebatang
cabang untuk pegangan, tapi cabang itu patah, maka ia mengulurkan tangan untuk
mengurangi kecepatan jatuhnya. ia merasakan pergelangan tangan kanannya retak
saat menghantam tanah. Sakit menyengat lengan kanannya.
Serangkaian
makian terlontar dari balik giginya yang dikertakkannya saat ia berusaha tidak
berteriak. Setengah mati kesakitan, ia meringkuk di tanah, memeluk lengannya.
Eragon! terdengar jeritan terkejut Saphira. Apa yang terjadi?
Pergelangan
tanganku patah... aku melakukan kebodohan...
jatuh. Aku
datang, kata Saphira.
Tidak perlu
aku bisa kembali sendiri. Jangan... kemari. Pepohonannya terlalu rapat untuk..
sayap.
Saphira
mengirimkan gambaran sekilas dirinya mengobrak-abrik hutan untuk tiba di tempat
Eragon, tapi lalu berkata,
Cepatlah.
Sambil mengerang, Eragon bangkit dengan susah payah. Jejak kaki itu melesak
dalam di tanah beberapa kaki jauhnya. Jejak sepatu bot yang berat dan berjerigi.
Eragon seketika teringat pada jejak kaki yang mengelilingi tumpukan mayat di
Yazuac. "Urgal," katanya, berharap membawa Zar'roc; ia tidak bisa
menggunakan busur dengan hanya satu tangan. Kepalanya tersentak tegak, dan ia
berteriak dalam benaknya, Saphira! Urgal jaga Brom.
Eragon
melompati sungai sekali lagi dan berlari ke kemah mereka, sambil mencabut pisau
berburu. Ia melihat musuh potensial di balik setiap pohon dan sesemakan.
Kuharap hanya ada satu Urgal. Ia menghambur ke perkemahan, merunduk saat ekor
Saphira menyapu di atas kepalanya. "Hentikan. Ini aku!" teriaknya.
Ups, kata
Saphira. Sayapnya terlipat di depan dadanya seperti dinding.
Ups?""
geram Eragon, sambil berlari mendekatinya. "Kau bisa saja membunuhku! Mana
Brom?"
"Aku di
sini," sergah suara Brom dari balik sayap Saphira. "Beritahu naga
sintingmu ini untuk melepaskan diriku; ia tidak mau mendengarkan aku."
"Lepaskan
ia!" kata Eragon, jengkel. "Apakah kau tidak memberitahunya?"
Tidak, kata
Saphira malu-malu. Kau hanya bilang aku harus menjaganya. Ia mengangkat sayap,
dan Brom melangkah maju dengan marah.
Aku
menemukan jejak Urgal. Dan masih baru."
Seketika
sikap Brom berubah serius. "Pasang pelana kuda-kuda. Kita berangkat."
Ia memadamkan api, tapi Eragon tidak bergerak. "Kenapa lenganmu."
"Pergelangan
tanganku patah," kata Eragon, sambil bergoyang-goyang.
Brom memaki
dan memasangkan pelana Cadoc baginya. Ia membantu Eragon naik ke kuda dan
berkata, "Kita harus membalut lenganmu secepat mungkin. Cobalah untuk
tidak menggerakkan pergelanganmu sebelum itu." Eragon mencengkeram kekang
erat-erat dengan tangan kiri. Brom berkata pada Saphira, "Sekarang sudah
hampir gelap, sebaiknya kau terbang di atas. Kalau Urgal-Urgal itu muncul,
mereka akan berpikir dua kali sebelum menyerang karena ada kau di dekat
kami."
Sebaiknya
begitu, atau mereka tidak bisa berpikir lagi, komentar Saphira sambil lepas
landas.
Cuaca dengan
cepat berubah gelap, dan kuda-kuda kelelahan, tapi mereka terus memaksa
hewan-hewan itu berjalan tanpa istirahat. Pergelangan Eragon, bengkak dan
memerah, terus berdenyut-denyut. Satu mil dari kemah, Brom menghentikan kuda.
"Dengar," katanya. Eragon mendengar lengkingan samar terompet tanduk
untuk panggilan berburu. Saat lengkingan itu menghilang, kepanikan mencengkeram
dirinya. "Mereka pasti menemukan tempat kita tadi," kata Brom,
"dan mungkin jejak Saphira. Mereka akan mengejar kita sekarang. Bukan
sifat mereka untuk membiarkan buruan lolos."
Lalu
terdengar dua tiupan terompet lagi. Lebih dekat. Eragon menggigil.
"Satu-satunya
kesempatan kita hanyalah melarikan diri," kata Brom. Ia menengadah ke
langit, dan wajahnya tampak kosong sewaktu ia memanggil Saphira.
Saphira
bergegas muncul dari langit dan mendarat. "Tinggalkan Cadoc. Pergilah
bersama Saphira. Kau akan lebih aman," Brom memerintah.
"Bagaimana
dengan kau?" protes Eragon.
"Aku
akan baik-baik saja. Sekarang pergi!" Karena tidak bertenaga untuk
mendebat, Eragon memanjat ke bahu Saphira sementara Brom melecut Snowfire dan
melesat pergi bersama Cadoc. Saphira terbang mengikutinya, mengepak-ngepakkan
sayap di atas kuda yang berderap kencang.
Eragon
berpegangan seerat mungkin pada Saphira, ia mengernyit setiap kali gerakan
Saphira menyentakkan pergelangan tangannya. Tiupan terompet tanduk itu
terdengar di dekat mereka, memicu gelombang kengerian yang baru. Brom menerobos
semak-semak, memaksa kuda-kuda hingga batas kemampuan mereka. Tiupan terompet
tanduk terdengar serentak dekat di belakangnya, lalu suasana berubah sunyi.
Bermenit-menit berlalu. Di mana Urgal-Urgal itu? pikir Eragon penasaran. Suara
terompet tanduk kembali terdengar, kali ini di kejauhan. Eragon mendesah lega,
beristirahat ke leher Saphira, sementara di tanah Brom memperlambat laju kuda.
Nyaris sekali, kata Eragon.
Ya, tapi
kita tidak bisa berhenti sebelum Saphira… disela tiupan terompet yang berasal
tepat dari bawah mereka. Eragon tersentak terkejut, dan Brom kembali memacu
kuda-kuda. Urgal-Urgal bertanduk, berteriak dengan suara serak, menyerbu di
sepanjang jalan setapak dengan mengendarai kuda, dengan cepat memperpendek jarak.
Mereka nyaris melihat Brom; pria tua itu tidak bakal bisa meloloskan diri dari
mereka. Kita harus bertindak! seru Eragon.
Apa?
Mendaratlah di depan Urgal-Urgal itu!
Kau sudah
sinting? tanya Saphira.
Mendarat!
Aku tahu apa yang kulakukan, kata Eragon. Tidak ada waktu untuk tindakan lain.
Mereka akan berhasil mengejar Brom!
Baiklah.
Saphira terbang mendului Urgal-Urgal itu, lalu berputar balik, bersiap-siap
mendarat di jalan setapak. Eragon menjangkau kekuatannya dan merasakan
perlawanan yang sama dalam benaknya, perlawanan yang memisahkan dirinya dari
sihir. Ia belum berusaha mendobraknya sekarang. Salah satu otot lehernya
berkedut.
Saat
Urgal-Urgal itu berderap di sepanjang jalan setapak, ia berteriak,
"Sekarang!" Saphira tiba-tiba melipat sayap dan jatuh tegak lurus
dari atas pepohonan, mendarat di jalan setapak di tengah tanah dan bebatuan
yang berhamburan.
Urgal-Urgal
itu berteriak terkejut dan menarik kekang kuda masing-masing. Hewan-hewan
tersebut berhenti tiba-tiba dan bertabrakan tapi para Urgal dengan cepat
membebaskan diri untuk menghadapi Saphira dengan senjata teracung. Kebencian
memancar di wajah mereka sementara mereka memelototi Saphira. Dua belas
jumlahnya, semuanya makhluk kasar yang buruk dan mencibir. Eragon merasa
penasaran kenapa mereka tidak melarikan diri. Tadinya ia mengira kehadiran
Saphira akan mengusir mereka pergi dalam ketakutan. Kenapa mereka menunggu?
Apakah mereka akan menyerang kami atau tidak?
Ia merasa
shock sewaktu Urgal yang paling besar melangkah maju dan berkata, "Majikan
kami ingin berbicara denganmu, manusia!" Monster itu berbicara dengan
suara serak dan dalam.
Itu jebakan,
kata Saphira, memperingatkan sebelum Eragon sempat mengatakan apa-apa. Jangan
dengarkan dirinya.
Setidaknya
kita jadi bisa mengetahui apa yang akan dikatakannya, Eragon beralasan,
penasaran, tapi sangat waspada. "Siapa majikanmu?" tanyanya.
Urgal itu
mencibir. "Namanya tidak layak diberitahukan pada manusia serendah dirimu.
Ia memerintah langit dan menguasai bumi. Kau tidak lebih daripada semut tersesat
baginya. Tapi ia sudah memutuskan kau harus dibawa ke hadapannya, dalam keadaan
hidup. Bersyukurlah bahwa kau layak mendapat perhatian sebesar itu!"
"Aku
tidak akan pergi bersamamu atau bersama musuhku yang mana pun!" kata
Eragon, teringat akan Yazuac. "Kau boleh mengabdi pada Shade, Urgal, atau
musuh sinting lainnya yang belum pernah kudengar, tapi aku tidak ingin
bercakap-cakap dengannya."
"Itu
kesalahan besar," raung Urgal tersebut, menunjukkan taring-taringnya.
"Tidak mungkin kau bisa lolos darinya. Pada akhirnya kau akan menghadap
majikan kami. Kalau kau melawan, ia akan mengisi hari-harimu dengan
penderitaan."
Eragon ingin
tahu siapa yang begitu berkuasa hingga mampu menyatukan para Urgal. Apakah ada
kekuatan ketiga yang berkeliaran bebas di tanah ini selain Kekaisaran dan
Varden? "Simpan saja tawaranmu dan beritahu majikanmu bahwa Aku tidak
peduli jika para gagak menyantap tahinya sekalipun!"
Kemurkaan
menyapu para Urgal itu; pemimpin mereka melolong, mengertakkan gigi.
"Kalau begitu, kami akan menyeretmu kepadanya!" Ia melambai dan para
Urgal menyerbu Saphira. Sambil mengangkat tangan, Eragon berteriak,
"Jierda!"
Tidak!jerit
Saphira, tapi terlambat.
para monster
itu gentar sementara telapak tangan Eragon berpendar. Berkas cahaya menyambar
dari tangannya, menghantam perut setiap makhluk. Para Urgal terlempar ke udara
dan menghantam pepohonan, jatuh pingsan di tanah.
Kelelahan
tiba-tiba menguasai Eragon, dan ia jatuh dari
Saphira.
Benaknya terasa berkabut dan suram. Sementara Saphira membungkuk di atasnya, ia
menyadari dirinya mungkin bertindak terlalu jauh. Energi yang diperlukan untuk
mengangkat dan melempar dua belas Urgal luar biasa besar. Ketakutan menguasai
dirinya sementara ia berjuang keras untuk tetap sadar.
Di sudut
pandangannya ia melihat salah satu Urgal terhuyung-huyung berdiri, membawa
pedang. Eragon mencoba memperingatkan Saphira, tapi terlalu lemah. Tidak...,
pikirnya lemas. Urgal itu merayap mendekati Saphira hingga melewati ekornya,
lalu mengangkat pedang untuk membabat leher Saphira. Tidak... Saphira berputar
menghadapi monster itu, meraung buas. Cakar-cakarnya terayun secepat kilat.
Darah menyembur ke mana-mana saat Urgal itu terbelah dua.
Saphira
mengatupkan rahang dengan keras dan mendekati Eragon. Dengan lembut ia
mencengkeram dada Eragon menggunakan cakarnya yang berlumuran darah, lalu
menggeram dan melompat ke udara. Malam berubah menjadi berkas-berkas yang
menyakitkan. Suara kepakan sayap Saphira yang bagai menghipnotis menyebabkan
Eragon terbuai; naik, turun; naik, turun; naik, turun...
Sewaktu
Saphira akhirnya mendarat, Eragon samar-samar menyadari Brom bercakap-cakap
dengan naganya. Eragon tidak bisa memahami apa yang mereka bicarakan, tapi
mereka pasti sudah mengambil keputusan karena Saphira kembali terbang.
Kelelahannya
berubah menjadi kantuk berat yang melingkupi dirinya bagai selimut yang empuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar