Sabtu, 18 Januari 2014

Eragon 28



Eragon (Bab 28)
27 November 2013 pukul 20:34
PARA PENCURI DI ISTANA

Eragon terbangun dari tidurnya di tengah siraman cahaya matahari yang keemasan. Berkas-berkas cahaya merah dan oranye membanjiri kamar tidurnya dan menerangi ranjang. Berkas-berkas itu menghangatkan punggungnya dengan nyaman, menyebabkan ia merasa engganbergerak. Ia kembali tidur, tapi cahaya matahari merayap meninggalkan dirinya dan ia kedinginan. Matahari terbenam di kaki langit, menerangi laut dan langit dengan warna-warna senjanya. Waktunya hampir tiba!
Ia menyandang busur dan tabung anak panah di punggung, tapi meninggalkan Zar'roc di kamar tidur, pedang itu hanya akan memperlambat dirinya, dan ia tidak senang menggunakannya. Kalau harus melumpuhkan orang, ia bisa menggunakan sihir atau anak panah. Ia mengenakan mantel di luar kemejanya dan mengikatnya erat-erat.
Ia menunggu dengan gugup di kamar tidur hingga cahaya memudar. Lalu ia masuk ke lorong dan mengangkat bahu agar tabung anak panahnya melintang nyaman di punggung. Brom bergabung dengannya, membawa pedang dan tongkat.
Jeod, mengenakan celana panjang dan rompi hitam, menunggu mereka di luar. Di pinggangnya tergantung pedang tipis yang anggun dan kantong kulit. Brom mengamati pedang tipis itu dan berkata "Ranting itu terlalu tipis untuk pertempuran yang sebenarnya. Apa yang akan kaulakukan kalau ada yang mengejarmu dengan membawa pedang lebar atau golok?"
"Bersikaplah realistis," kata Jeod. "Tidak ada penjaga yang memiliki golok. Lagi pula, ranting ini lebih cepat daripada pedang lebar."
Brom mengangkat bahu. "Terserah."
Mereka berjalan dengan sikap biasa menyusuri jalan, menghindari para penjaga dan prajurit. Eragon merasa tegang dan jantungnya berdebar-debar. Saat mereka melewati toko Angela., ada gerakan sekilas di atap yang menarik perhatiannya, tapi ia tidak melihat siapa pun. Telapak tangannya terasa tergelitik. Ia kembali memandang ke atas, tapi atap tetap kosong.
Brom memimpin jalan menyusuri dinding terluar Teirm. Saat mereka tiba di istana, langit telah hitam. Dinding-dinding benteng menyebabkan Eragon menggigil. Ia tidak akan senang kalau dipenjara di sana. Jeod diam-diam mengambil alih berjalan terdepan dan melangkah mendekati gerbang, mencoba tampil santai. Ia menggedor gerbang dan menunggu.
Kisi-kisi kecil bergeser membuka dan penjaga bertampang masam mengintip keluar. "Ya?" katanya. Eragon bisa mencium bau rum pada napasnya.
"Kami perlu masuk," kata Jeod.
Penjaga itu mengamati Jeod dengan teliti. "Untuk apa?"
"Bocah ini meninggalkan barang yang sangat berharga di kantorku. Kami harus segera mengambilnya." Eragon menunduk, wajahnya menunjukkan ekspresi malu.
Penjaga itu mengerutkan kening, jelas merasa tidak sabar ingin segera kembali minum. "Ah, terserahlah," katanya, sambil mengayunkan lengan. "Pastikan saja kau hajar bocah itu untukku."
"Akan kulakukan," kata Jeod sementara penjaga membuka selot pintu kecil yang dipasang pada gerbang. Mereka masuk ke benteng, lalu Brom memberi penjaga itu beberapa keping koin.
"Makasih," gumam pria itu, sambil terhuyung-huyung pergi. Begitu ia telah menghilang, Eragon mengambil busurnya dan memasang talinya. Jeod bergegas mengajak mereka ke bagian utama istana. Mereka bergegas menuju tujuan mereka, sambil mendengarkan dengan hati-hati kalau-kalau ada prajurit yang berpatroli. Di ruang catatan, Brom mencoba pintunya. Pintu itu terkunci. Ia menempelkan tangan ke sana dan menggumamkan kata yang tidak dikenali Eragon. Pintu itu terayun, membuka diiringi ceklikan pelan. Brom meraih obor dari dinding, dan mereka melesat masuk, menutup kembali pintunya tanpa suara.
Ruangan itu dipenuhi rak kayu tempat gulungan-gulungan bertumpuk tinggi. Tampak jendela berjeruji di dinding seberang. Jeod melangkah di sela-sela rak, mengamati gulungan-gulungan itu. Ia berhenti di bagian belakang ruangan. "Sebelah sini," katanya, "Ini catatan pengapalan lima tahun terakhir. Kau bisa mengetahui tanggalnya berdasarkan segel lilin di sudut."
"Jadi apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Eragon, merasa gembira karena mereka berhasil sampai sejauh ini tanpa ketahuan.
"Mulailah dari atas dan periksa hingga ke bawah," kata Jeod. "Beberapa gulungan hanya berisi masalah pajak. Kau bisa mengabaikan yang itu. Cari apa pun yang menyebut minyak Seithr." Ia mengambil segulung perkamen dari kantongnya dan membentangkannya di lantai, lalu meletakkan sebotol tinta dan pena bulu angsa di sampingnya. "Agar kita bisa mencatat apa pun yang kita temukan," katanya menjelaskan.
Brom meraup sepelukan gulungan dari rak paling atas dan menumpuknya di lantai. Ia duduk dan membuka gulungan pertama. Eragon mendampinginya, memosisikan diri sebegitu rupa hingga bisa melihat ke pintu. Pekerjaan yang berat itu sangat sulit baginya, karena tulisan-tulisan yang rapat di gulungan berbeda dengan tulisan yang diajarkan Brom padanya.
Dengan hanya memeriksa nama kapal-kapal yang berlayar di kawasan utara, mereka berhasil memilah banyak gulungan. Meskipun begitu, mereka bekerja dengan lambat, mencatat setiap pengapalan minyak Seithr setiap kali menemukannya.
Di luar ruangan suasana sunyi, hanya ada suara penjaga malam yang sesekali terdengar. Tiba-tiba bulu kuduk Eragon meremang. Ia mencoba terus bekerja, tapi perasaan tidak enak itu tetap ada. Dengan jengkel ia menengadah dan tersentak terkejut, seorang bocah kecil berjongkok di kusen jendela. Matanya sipit, dan rambut hitamnya yang riap-riap diikat sebatang ranting.
Kau butuh bantuan? tanya suara dalam kepala Eragon.
Mata Eragon membelalak shock. Suara itu mirip suara Solembum.
Itu kau? tanyanya takjub.
Apakah aku orang lain?
Eragon menelan ludah dan memusatkan perhatian pada gulungannya. Kalau mataku tidak menipu, itu memang dirimu. 
Bocah itu tersenyum tipis, menampakkan sederetan gigi yang runcing. Bagaimana tampangku tidak mengubah siapa diriku. Menurutmu aku disebut kucing jadi-jadian bukan tanpa alasan bukan?
Apa yang kaulakukan di sini? tanya Eragon.
Kucing jadi-jadian itu memiringkan kepala dan mempertimbangkan apakah pertanyaan itu layak dijawab atau tidak. tergantung pada apa yang kaulakukan di sini. Kalau kau membaca gulungan-gulungan itu sekadar untuk hiburan, kurasa tidak ada alasan untuk kunjunganku. Tapi kalau apa yang kaulakukan itu melanggar hukum dan kau tidak ingin ketahuan aku mungkin berada di sini untuk memperingatkan dirimu bahwa penjaga yang kalian suap baru saja memberitahu penggantinya mengenal dirimu dan pejabat Kekaisaran kedua tersebut mengirim para prajurit untuk mencari kalian.
Terima kasih sudah memberitahuku, kata Eragon.
Rupanya yang kuberitahukan padamu penting, ya? Kurasa begitu. Dan kusarankan kau memanfaatkan pemberitahuanku sebaik-baiknya. Bocah itu bangkit dan mengibaskan rambutnya yang awut-awutan. Eragon bergegas menanyakan, Apa maksudmu dalam pertemuan terakhir kita mengenai pohon dan ruang?
Tepat seperti yang kukatakan.
Eragon mencoba bertanya lagi, tapi kucing jadi-jadian itu telah menghilang melalui jendela. Eragon tiba-tiba mengatakan, "Ada prajurit yang mencari kita."
"Dari mana kau tahu?" tanya Brom tajam.
"Aku memasang telinga untuk mendengar suara penjaga. Penggantinya baru saja mengirimkan anak buahnya untuk mencari kita. Kita harus pergi dari sini. Mereka mungkin sudah mendapati kantor Jeod kosong."
"Kau yakin?" tanya Jeod.
"Ya!" kata Eragon tidak sabar. "Mereka dalam perjalanan kemari."
Brom menyambar gulungan lain dari rak. "Tidak penting. Kita harus menyelesaikan ini sekarang!" Mereka bekerja mati-matian selama semenit berikutnya, membaca catatan-catatan secepat mungkin. Saat gulungan terakhir selesai diperiksa, Brom melemparnya kembali ke rak, dan Jeod menjejalkan perkamen, tinta, danpenanya ke kantongnya. Eragon menyambat obor.
Mereka berlari-lari keluar dari ruangan dan menutup pintu, tapi tepat pada saat pintunya tertutup mereka mendengar detak sepatu bot prajurit yang berat di ujung lorong. Mereka berbalik hendak pergi, tapi Brom mendesis marah, "Terkutuk! Pintunya belum dikunci." Ia menempelkan tangan ke pintu. Kuncinya berbunyi pada saat tiga prajurit bersenjata muncul.
"Hai Jauhi pintu itu!" teriak salah seorang di antara mereka. Brom melangkah mundur, wajahnya tampak terkejut. Ketiga prajurit itu mendekati mereka. Yang paling jangkung berkata, "Kenapa kau mau masuk ke ruang catatan?" Eragon mencengkeram busurnya lebih erat dan bersiap lari.
"Kami tersesat." Ketegangan terdengar jelas dalam suara Jeod. Setetes keringat bergulir di lehernya.
Prajurit itu memelototi mereka dengan curiga. "Periksa ke dalam ruangan," perintahnya kepada salah seorang anak buahnya.
Eragon menahan napas saat prajurit itu melangkah mendekati pintu, mencoba membukanya, lalu menggedornya dengan tinju yang dibungkus sarung tangan jala baja. "Terkunci, Sir."
Pemimpinnya menggaruk dagu. "Baiklah, kalau begitu. Aku tidak tahu apa yang kalian inginkan, tapi selama pintunya tetap terkunci, kurasa kalian bebas pergi. Ayo." Para prajurit itu mengepung mereka dan memaksa mereka keluar dari istana.
Sulit dipercaya, pikir Eragon. Mereka membantu kami meloloskan diri!
Di gerbang utama, prajurit itu menunjuk dan berkata, "Nah, kalian berjalanlah keluar dari sana dan jangan mencoba melakukan tindakan yang aneh. Kami akan mengawasi. Kalau kalian harus kembali, tunggu hingga pagi."
"Tentu saja," Jeod berjanji.
Eragon bisa merasakan tatapan para penjaga bagai melubangi punggung mereka saat mereka bergegas keluar dari istana. Begitu gerbang-gerbang ditutup di belakang mereka, senyuman penuh kemenangan merekah di wajahnya, dan ia melompat ke udara. Brom melotot memperingatkan dirinya dan menggeram, berjalanlah pulang dengan sikap normal. Kau bisa merayakannya di rumah."
Dengan malu, sikap Eragon berubah pasrah, tapi di dalam darinya masih merasa penuh energi. Begitu mereka sampai di rumah kembali dan memasuki ruang belajar, Eragon berseru, "Kita berhasil!"
"Ya, tapi sekarang kita harus menentukan apakah susah payah ini layak dilakukan," kata Brom. Jeod mengeluarkan peta Alagaesia dari rak dan membentangkannya di meja.
Di sisi kiri peta, laut membentang ke daerah barat yang tidak dikenal. Di sepanjang pantai membentang Spine, barisan pegunungan yang sangat panjang. Padang Pasir Hadarac mengisi bagian tengah peta-ujung timurnya kosong. Di suatu tempat dalam kekosongan itulah Varden bersembunyi. Di sebelah selatan terdapat Surda, negara kecil yang memisahkan diri dari Kekaisaran setelah keruntuhan para Penunggang. Eragon pernah diberitahu bahwa Surda diam-diam mendukung Varden.
Di dekat perbatasan timur Surda terdapat wilayah pegunungan yang diberi nama Pegunungan Beor. Eragon pernah mendengar tentang pegunungan itu dalam banyak cerita, pegunungan tersebut katanya sepuluh kali lebih tinggi daripada Spine, walaupun ia diam-diam percaya hal itu terlalu dibesar-besarkan. Dalam peta itu, di sebelah timur Beor kosong.
Lima pulau ada di lepas pantai Surda: Nia, Parlim, Uden, Illium, dan Beirland. Nia tidak lebih dari sebongkah tonjolan karang, tapi Beirland, yang terbesar, memiliki sebuah kota kecil. Lebih jauh lagi, di dekat Teirm, terdapat pulau berbentuk gerigi bernama Sharktooth-gigi hiu. Dan tinggi di utara, terdapat satu pulau lagi, luas dan berbentuk tangan yang penuh tonjolan. Eragon mengetahui namanya bahkan tanpa melihat peta: Vroengard, rumah kuno para Penunggang, dulu tempat yang megah, tapi sekarang telah dijarah, dan menjadi tempat kosong yang dihantui makhluk-makhluk buas yang aneh. Di tengah Vroengard terdapat kota Doru Areaba yang telah ditinggalkan.
Carvahall merupakan titik kecil di bagian atas Lembah Palancar. Sejajar dengan itu, tapi di seberang dataran, membentang hutan Du Weldenvarden. Seperti Pegunungan Beor, ujung timur hutan itu juga tidak terpetakan. Beberapa bagian tepi barat Du Weldenvarden telah dihuni, tapi jantungnya masih tetap misterius dan belum dijelajahi. Hutan itu lebih liar daripada Spine, sejumlah kecil pemberani yang menjelajahi bagian dalamnya kembali dalam keadaan sinting, atau tidak pernah kembali sama sekali.
Eragon menggigil saat melihat Uru'baen di tengah Kekaisaran. Galbatorix memerintah dari sana dengan didampingi naga hitamnya, Shruikan. Eragon menyentuh Uru'baen. "Ra'zac pasti memeliki tempat persembunyian di sana."
"Sebaiknya kau berharap itu bukan satu-satunya tempat perlindungan mereka," kata Brom datar. "Kalau ya, kau tidak akan pernah bisa mendekati mereka." Ia meratakan peta yang menggemeresik dengan kedua tangannya yang keriput.
Jeod mengambil perkamen dari kantongnya dan berkata, "Dari apa yang kulihat dalam catatan, ada pengiriman minyak Seithr ke setiap kota besar di Kekaisaran selama lima tahun terakhir. Sepanjang yang bisa kukatakan, semuanya mungkin dipesan tukang perhiasan yang kaya. Aku tidak yakin bagaimana kita bisa mempersempit daftar tanpa informasi tambahan."
Brom menyapukan tangan ke atas peta. "Kupikir kita bisa mencoret beberapa kota. Ra'zac harus bepergian ke mana pun yang diinginkan Raja, dan aku yakin ia membuat mereka selalu sibuk. Kalau mereka diharapkan pergi ke mana pun setiap saat, satu-satunya tempat tinggal bagi mereka yang masuk di akal adalah persimpangan yang membuat mereka bisa menjangkau setiap sudut negara dengan cukup mudah." Ia bersemangat sekarang dan mondar-mandir dalam ruangan. "Persimpangan-persimpangan ini harus cukup besar. agar kehadiran Ra'zac tidak kentara. Juga harus memiliki perdagangan yang cukup ramai agar permintaan apa pun yang tidak biasa makanan khusus untuk tunggangan mereka, misalnya tidak akan menarik perhatian."
"Betul juga," kata Jeod, sambil mengangguk. "Mengingat syarat itu, kita bisa mengabaikan sebagian besar kota-kota besar di utara. Satu-satunya kota yang benar-benar besar adalah Teirm, Gil'ead, dan Ceunon. Aku tahu mereka tidak ada di Teirm, dan aku ragu minyak itu telah dikirim begitu jauh hingga ke Narda, kota itu terlalu kecil. Ceunon terlalu terisolir... hanya tersisa Gil'ead."
"Ra'zac mungkin ada di sana," kata Brom. "Itu jelas ironis."
"Memang," kata Jeod, mengakui dengan suara pelan.
Bagaimana dengan kota-kota di selatan?" tanya Eragon.
Well, " kata Jeod. "Jelas ada Uru'baen, tapi kecil kemungkinan kota itu menjadi tujuan. Kalau ada yang tewas akibat minyak Seithr di istana Galbatorix, akan terlalu mudah bagi bangsawan mana pun untuk mengetahui bahwa Kekaisaran membeli sejumlah besar minyak itu. Sekalipun begitu masih banyak kota lainnya, yang salah satunya bisa jadi kota yang kita incar."
"Ya," kata Eragon, "tapi minyaknya tidak dikirim ke Semua kota itu. Perkamennya hanya berisi Kuasta, Dras-Leona, Aroughs, dan Belatona. Kuasta tidak akan sesuai bagi Ra'zac; kota itu di pantai dan dikepung pegunungan. Aroughs terisolu seperti Ceunon, walau kota itu pusat perdagangan. Dengan begitu tinggal Belatona dan Dras-Leona, yang agak berdekatan. Di antara keduanya, kupikir Dras Leona lebih masuk di akal. Kota itu lebih besar dan posisinya lebih baik."
"Dan nyaris semua barang untuk Kekaisaran pernah melewati kota itu, termasuk yang dari Teirm," kata Jeod. "Tempat persembunyian yang bagus bagi Ra'zac."
"Jadi... Dras-Leona," kata Brom sambil duduk dan menyulut pipa. "Apa yang ada dalam catatan?"
Jeod memandang perkamennya. "Ini. Di awal tahun, tiga kapal minyak Seithr dikirim ke Dras-Leona. Setiap kapal hanya selisih dua minggu satu sama lain, dan menurut catatan semuanya dikirim pedagang yang sama. Hal yang sama terjadi tahun yang lalu dan tahun sebelumnya. Aku ragu ada tukang perhiasan, atau bahkan sekelompok tukang perhiasan, yang memiliki uang untuk membeli minyak sebanyak itu."
"Bagaimana dengan Gil'ead?" tanya Brom, sambil mengangkat alis.
"Kota itu tidak memiliki akses yang sama seperti kota-kota lain dalam Kekaisaran. Dan," Jeod mengetuk-ngetuk perkamen, "mereka hanya dua kali menerima minyak itu selama beberapa tahun terakhir ini." Ia berpikir sejenak, lalu berkata, "Lagi pula, kupikir ada yang kita lupakan Helgrind."
Brom mengangguk. "Ah ya, Gerbang-Gerbang Kegelapan. Sudah bertahun-tahun aku tidak memikirkan tempat itu. Kau benar, dengan begitu Dras Leona sempurna bagi Ra'zac. Kurasa sudah diputuskan kalau begitu; ke sanalah kita akan pergi."
Eragon menegakkan duduk dengan tiba-tiba, kehabisan emosi untuk bahkan sekadar menanyakan apa itu Helgrind. aku akan merasa senang untuk melanjutkan perburuan. Tapi aku malah merasa seperti ada jurang yang terbuka di depanku. Dras-Leona! Tempat yang begitu jauh....
Perkamen berderak sewaktu Jeod perlahan-lahan menggulung peta. Ia memberikan peta itu kepada Brom dan berkata, "Kau akan membutuhkan peta ini. Ekspedisimu sering berkata, "Kau akan ke kawasan-kawasan yang terpencil." Sambil mengangguk, Brom menerima peta ini. Jeod mencengkeram bahunya. "Rasanya tidak benar kau pergi tanpa diriku. Hatiku berharap bisa ikut, tapi bagian diriku yang lain mengingatkanku pada usia dan tanggung jawabku."
"Aku tahu," kata Brom. Lagi pulakau memiliki kehidupan di Teirm. Sudah waktunya bagi generasi berikut untuk melanjutkan tanggung jawabnya. Kau telah melakukan bagianmu; bergembiralah."
"Bagaimana dengan dirimu?" tanya Jeod. "Apakah jalanan pernah berujung bagimu?"
Tawa hampa terlontar dari sela bibir Brom. "Aku melihatnya datang, tapi tidak dalam waktu dekat ini." Ia memadamkan pipa dan mereka kembali ke kamar masing-masing, kelelahan. Sebelum tidur, Eragon menghubungi Saphira untuk menyampaikan hasil petualangan malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar