Eragon (Bab 28)
27 November
2013 pukul 20:34
PARA PENCURI
DI ISTANA
Eragon
terbangun dari tidurnya di tengah siraman cahaya matahari yang keemasan.
Berkas-berkas cahaya merah dan oranye membanjiri kamar tidurnya dan menerangi
ranjang. Berkas-berkas itu menghangatkan punggungnya dengan nyaman, menyebabkan
ia merasa engganbergerak. Ia kembali tidur, tapi cahaya matahari merayap
meninggalkan dirinya dan ia kedinginan. Matahari terbenam di kaki langit,
menerangi laut dan langit dengan warna-warna senjanya. Waktunya hampir tiba!
Ia
menyandang busur dan tabung anak panah di punggung, tapi meninggalkan Zar'roc
di kamar tidur, pedang itu hanya akan memperlambat dirinya, dan ia tidak senang
menggunakannya. Kalau harus melumpuhkan orang, ia bisa menggunakan sihir atau
anak panah. Ia mengenakan mantel di luar kemejanya dan mengikatnya erat-erat.
Ia menunggu
dengan gugup di kamar tidur hingga cahaya memudar. Lalu ia masuk ke lorong dan
mengangkat bahu agar tabung anak panahnya melintang nyaman di punggung. Brom
bergabung dengannya, membawa pedang dan tongkat.
Jeod,
mengenakan celana panjang dan rompi hitam, menunggu mereka di luar. Di
pinggangnya tergantung pedang tipis yang anggun dan kantong kulit. Brom
mengamati pedang tipis itu dan berkata "Ranting itu terlalu tipis untuk
pertempuran yang sebenarnya. Apa yang akan kaulakukan kalau ada yang mengejarmu
dengan membawa pedang lebar atau golok?"
"Bersikaplah
realistis," kata Jeod. "Tidak ada penjaga yang memiliki golok. Lagi
pula, ranting ini lebih cepat daripada pedang lebar."
Brom
mengangkat bahu. "Terserah."
Mereka
berjalan dengan sikap biasa menyusuri jalan, menghindari para penjaga dan
prajurit. Eragon merasa tegang dan jantungnya berdebar-debar. Saat mereka
melewati toko Angela., ada gerakan sekilas di atap yang menarik perhatiannya,
tapi ia tidak melihat siapa pun. Telapak tangannya terasa tergelitik. Ia
kembali memandang ke atas, tapi atap tetap kosong.
Brom
memimpin jalan menyusuri dinding terluar Teirm. Saat mereka tiba di istana,
langit telah hitam. Dinding-dinding benteng menyebabkan Eragon menggigil. Ia
tidak akan senang kalau dipenjara di sana. Jeod diam-diam mengambil alih
berjalan terdepan dan melangkah mendekati gerbang, mencoba tampil santai. Ia
menggedor gerbang dan menunggu.
Kisi-kisi
kecil bergeser membuka dan penjaga bertampang masam mengintip keluar.
"Ya?" katanya. Eragon bisa mencium bau rum pada napasnya.
"Kami
perlu masuk," kata Jeod.
Penjaga itu
mengamati Jeod dengan teliti. "Untuk apa?"
"Bocah
ini meninggalkan barang yang sangat berharga di kantorku. Kami harus segera
mengambilnya." Eragon menunduk, wajahnya menunjukkan ekspresi malu.
Penjaga itu
mengerutkan kening, jelas merasa tidak sabar ingin segera kembali minum.
"Ah, terserahlah," katanya, sambil mengayunkan lengan. "Pastikan
saja kau hajar bocah itu untukku."
"Akan
kulakukan," kata Jeod sementara penjaga membuka selot pintu kecil yang
dipasang pada gerbang. Mereka masuk ke benteng, lalu Brom memberi penjaga itu
beberapa keping koin.
"Makasih,"
gumam pria itu, sambil terhuyung-huyung pergi. Begitu ia telah menghilang,
Eragon mengambil busurnya dan memasang talinya. Jeod bergegas mengajak mereka
ke bagian utama istana. Mereka bergegas menuju tujuan mereka, sambil
mendengarkan dengan hati-hati kalau-kalau ada prajurit yang berpatroli. Di
ruang catatan, Brom mencoba pintunya. Pintu itu terkunci. Ia menempelkan tangan
ke sana dan menggumamkan kata yang tidak dikenali Eragon. Pintu itu terayun,
membuka diiringi ceklikan pelan. Brom meraih obor dari dinding, dan mereka
melesat masuk, menutup kembali pintunya tanpa suara.
Ruangan itu
dipenuhi rak kayu tempat gulungan-gulungan bertumpuk tinggi. Tampak jendela
berjeruji di dinding seberang. Jeod melangkah di sela-sela rak, mengamati
gulungan-gulungan itu. Ia berhenti di bagian belakang ruangan. "Sebelah
sini," katanya, "Ini catatan pengapalan lima tahun terakhir. Kau bisa
mengetahui tanggalnya berdasarkan segel lilin di sudut."
"Jadi
apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Eragon, merasa gembira karena
mereka berhasil sampai sejauh ini tanpa ketahuan.
"Mulailah
dari atas dan periksa hingga ke bawah," kata Jeod. "Beberapa gulungan
hanya berisi masalah pajak. Kau bisa mengabaikan yang itu. Cari apa pun yang
menyebut minyak Seithr." Ia mengambil segulung perkamen dari kantongnya
dan membentangkannya di lantai, lalu meletakkan sebotol tinta dan pena bulu
angsa di sampingnya. "Agar kita bisa mencatat apa pun yang kita
temukan," katanya menjelaskan.
Brom meraup
sepelukan gulungan dari rak paling atas dan menumpuknya di lantai. Ia duduk dan
membuka gulungan pertama. Eragon mendampinginya, memosisikan diri sebegitu rupa
hingga bisa melihat ke pintu. Pekerjaan yang berat itu sangat sulit baginya,
karena tulisan-tulisan yang rapat di gulungan berbeda dengan tulisan yang
diajarkan Brom padanya.
Dengan hanya
memeriksa nama kapal-kapal yang berlayar di kawasan utara, mereka berhasil
memilah banyak gulungan. Meskipun begitu, mereka bekerja dengan lambat,
mencatat setiap pengapalan minyak Seithr setiap kali menemukannya.
Di luar
ruangan suasana sunyi, hanya ada suara penjaga malam yang sesekali terdengar.
Tiba-tiba bulu kuduk Eragon meremang. Ia mencoba terus bekerja, tapi perasaan
tidak enak itu tetap ada. Dengan jengkel ia menengadah dan tersentak terkejut,
seorang bocah kecil berjongkok di kusen jendela. Matanya sipit, dan rambut
hitamnya yang riap-riap diikat sebatang ranting.
Kau butuh
bantuan? tanya suara dalam kepala Eragon.
Mata Eragon
membelalak shock. Suara itu mirip suara Solembum.
Itu kau?
tanyanya takjub.
Apakah aku
orang lain?
Eragon
menelan ludah dan memusatkan perhatian pada gulungannya. Kalau mataku tidak
menipu, itu memang dirimu.
Bocah itu
tersenyum tipis, menampakkan sederetan gigi yang runcing. Bagaimana tampangku
tidak mengubah siapa diriku. Menurutmu aku disebut kucing jadi-jadian bukan
tanpa alasan bukan?
Apa yang
kaulakukan di sini? tanya Eragon.
Kucing
jadi-jadian itu memiringkan kepala dan mempertimbangkan apakah pertanyaan itu
layak dijawab atau tidak. tergantung pada apa yang kaulakukan di sini. Kalau
kau membaca gulungan-gulungan itu sekadar untuk hiburan, kurasa tidak ada
alasan untuk kunjunganku. Tapi kalau apa yang kaulakukan itu melanggar hukum
dan kau tidak ingin ketahuan aku mungkin berada di sini untuk memperingatkan
dirimu bahwa penjaga yang kalian suap baru saja memberitahu penggantinya
mengenal dirimu dan pejabat Kekaisaran kedua tersebut mengirim para prajurit
untuk mencari kalian.
Terima kasih
sudah memberitahuku, kata Eragon.
Rupanya yang
kuberitahukan padamu penting, ya? Kurasa begitu. Dan kusarankan kau
memanfaatkan pemberitahuanku sebaik-baiknya. Bocah itu bangkit dan mengibaskan
rambutnya yang awut-awutan. Eragon bergegas menanyakan, Apa maksudmu dalam
pertemuan terakhir kita mengenai pohon dan ruang?
Tepat
seperti yang kukatakan.
Eragon
mencoba bertanya lagi, tapi kucing jadi-jadian itu telah menghilang melalui
jendela. Eragon tiba-tiba mengatakan, "Ada prajurit yang mencari
kita."
"Dari
mana kau tahu?" tanya Brom tajam.
"Aku
memasang telinga untuk mendengar suara penjaga. Penggantinya baru saja
mengirimkan anak buahnya untuk mencari kita. Kita harus pergi dari sini. Mereka
mungkin sudah mendapati kantor Jeod kosong."
"Kau
yakin?" tanya Jeod.
"Ya!"
kata Eragon tidak sabar. "Mereka dalam perjalanan kemari."
Brom
menyambar gulungan lain dari rak. "Tidak penting. Kita harus menyelesaikan
ini sekarang!" Mereka bekerja mati-matian selama semenit berikutnya,
membaca catatan-catatan secepat mungkin. Saat gulungan terakhir selesai
diperiksa, Brom melemparnya kembali ke rak, dan Jeod menjejalkan perkamen,
tinta, danpenanya ke kantongnya. Eragon menyambat obor.
Mereka
berlari-lari keluar dari ruangan dan menutup pintu, tapi tepat pada saat
pintunya tertutup mereka mendengar detak sepatu bot prajurit yang berat di
ujung lorong. Mereka berbalik hendak pergi, tapi Brom mendesis marah,
"Terkutuk! Pintunya belum dikunci." Ia menempelkan tangan ke pintu.
Kuncinya berbunyi pada saat tiga prajurit bersenjata muncul.
"Hai
Jauhi pintu itu!" teriak salah seorang di antara mereka. Brom melangkah
mundur, wajahnya tampak terkejut. Ketiga prajurit itu mendekati mereka. Yang
paling jangkung berkata, "Kenapa kau mau masuk ke ruang catatan?"
Eragon mencengkeram busurnya lebih erat dan bersiap lari.
"Kami
tersesat." Ketegangan terdengar jelas dalam suara Jeod. Setetes keringat
bergulir di lehernya.
Prajurit itu
memelototi mereka dengan curiga. "Periksa ke dalam ruangan,"
perintahnya kepada salah seorang anak buahnya.
Eragon
menahan napas saat prajurit itu melangkah mendekati pintu, mencoba membukanya,
lalu menggedornya dengan tinju yang dibungkus sarung tangan jala baja.
"Terkunci, Sir."
Pemimpinnya
menggaruk dagu. "Baiklah, kalau begitu. Aku tidak tahu apa yang kalian
inginkan, tapi selama pintunya tetap terkunci, kurasa kalian bebas pergi.
Ayo." Para prajurit itu mengepung mereka dan memaksa mereka keluar dari
istana.
Sulit
dipercaya, pikir Eragon. Mereka membantu kami meloloskan diri!
Di gerbang
utama, prajurit itu menunjuk dan berkata, "Nah, kalian berjalanlah keluar
dari sana dan jangan mencoba melakukan tindakan yang aneh. Kami akan mengawasi.
Kalau kalian harus kembali, tunggu hingga pagi."
"Tentu
saja," Jeod berjanji.
Eragon bisa
merasakan tatapan para penjaga bagai melubangi punggung mereka saat mereka
bergegas keluar dari istana. Begitu gerbang-gerbang ditutup di belakang mereka,
senyuman penuh kemenangan merekah di wajahnya, dan ia melompat ke udara. Brom
melotot memperingatkan dirinya dan menggeram, berjalanlah pulang dengan sikap
normal. Kau bisa merayakannya di rumah."
Dengan malu,
sikap Eragon berubah pasrah, tapi di dalam darinya masih merasa penuh energi.
Begitu mereka sampai di rumah kembali dan memasuki ruang belajar, Eragon
berseru, "Kita berhasil!"
"Ya,
tapi sekarang kita harus menentukan apakah susah payah ini layak dilakukan,"
kata Brom. Jeod mengeluarkan peta Alagaesia dari rak dan membentangkannya di
meja.
Di sisi kiri
peta, laut membentang ke daerah barat yang tidak dikenal. Di sepanjang pantai
membentang Spine, barisan pegunungan yang sangat panjang. Padang Pasir Hadarac
mengisi bagian tengah peta-ujung timurnya kosong. Di suatu tempat dalam
kekosongan itulah Varden bersembunyi. Di sebelah selatan terdapat Surda, negara
kecil yang memisahkan diri dari Kekaisaran setelah keruntuhan para Penunggang.
Eragon pernah diberitahu bahwa Surda diam-diam mendukung Varden.
Di dekat
perbatasan timur Surda terdapat wilayah pegunungan yang diberi nama Pegunungan
Beor. Eragon pernah mendengar tentang pegunungan itu dalam banyak cerita,
pegunungan tersebut katanya sepuluh kali lebih tinggi daripada Spine, walaupun
ia diam-diam percaya hal itu terlalu dibesar-besarkan. Dalam peta itu, di
sebelah timur Beor kosong.
Lima pulau
ada di lepas pantai Surda: Nia, Parlim, Uden, Illium, dan Beirland. Nia tidak
lebih dari sebongkah tonjolan karang, tapi Beirland, yang terbesar, memiliki
sebuah kota kecil. Lebih jauh lagi, di dekat Teirm, terdapat pulau berbentuk
gerigi bernama Sharktooth-gigi hiu. Dan tinggi di utara, terdapat satu pulau
lagi, luas dan berbentuk tangan yang penuh tonjolan. Eragon mengetahui namanya
bahkan tanpa melihat peta: Vroengard, rumah kuno para Penunggang, dulu tempat
yang megah, tapi sekarang telah dijarah, dan menjadi tempat kosong yang
dihantui makhluk-makhluk buas yang aneh. Di tengah Vroengard terdapat kota Doru
Areaba yang telah ditinggalkan.
Carvahall
merupakan titik kecil di bagian atas Lembah Palancar. Sejajar dengan itu, tapi
di seberang dataran, membentang hutan Du Weldenvarden. Seperti Pegunungan Beor,
ujung timur hutan itu juga tidak terpetakan. Beberapa bagian tepi barat Du
Weldenvarden telah dihuni, tapi jantungnya masih tetap misterius dan belum
dijelajahi. Hutan itu lebih liar daripada Spine, sejumlah kecil pemberani yang
menjelajahi bagian dalamnya kembali dalam keadaan sinting, atau tidak pernah
kembali sama sekali.
Eragon
menggigil saat melihat Uru'baen di tengah Kekaisaran. Galbatorix memerintah
dari sana dengan didampingi naga hitamnya, Shruikan. Eragon menyentuh Uru'baen.
"Ra'zac pasti memeliki tempat persembunyian di sana."
"Sebaiknya
kau berharap itu bukan satu-satunya tempat perlindungan mereka," kata Brom
datar. "Kalau ya, kau tidak akan pernah bisa mendekati mereka." Ia
meratakan peta yang menggemeresik dengan kedua tangannya yang keriput.
Jeod
mengambil perkamen dari kantongnya dan berkata, "Dari apa yang kulihat
dalam catatan, ada pengiriman minyak Seithr ke setiap kota besar di Kekaisaran
selama lima tahun terakhir. Sepanjang yang bisa kukatakan, semuanya mungkin
dipesan tukang perhiasan yang kaya. Aku tidak yakin bagaimana kita bisa
mempersempit daftar tanpa informasi tambahan."
Brom
menyapukan tangan ke atas peta. "Kupikir kita bisa mencoret beberapa kota.
Ra'zac harus bepergian ke mana pun yang diinginkan Raja, dan aku yakin ia
membuat mereka selalu sibuk. Kalau mereka diharapkan pergi ke mana pun setiap
saat, satu-satunya tempat tinggal bagi mereka yang masuk di akal adalah
persimpangan yang membuat mereka bisa menjangkau setiap sudut negara dengan
cukup mudah." Ia bersemangat sekarang dan mondar-mandir dalam ruangan.
"Persimpangan-persimpangan ini harus cukup besar. agar kehadiran Ra'zac
tidak kentara. Juga harus memiliki perdagangan yang cukup ramai agar permintaan
apa pun yang tidak biasa makanan khusus untuk tunggangan mereka, misalnya tidak
akan menarik perhatian."
"Betul
juga," kata Jeod, sambil mengangguk. "Mengingat syarat itu, kita bisa
mengabaikan sebagian besar kota-kota besar di utara. Satu-satunya kota yang
benar-benar besar adalah Teirm, Gil'ead, dan Ceunon. Aku tahu mereka tidak ada
di Teirm, dan aku ragu minyak itu telah dikirim begitu jauh hingga ke Narda,
kota itu terlalu kecil. Ceunon terlalu terisolir... hanya tersisa
Gil'ead."
"Ra'zac
mungkin ada di sana," kata Brom. "Itu jelas ironis."
"Memang,"
kata Jeod, mengakui dengan suara pelan.
Bagaimana
dengan kota-kota di selatan?" tanya Eragon.
Well, "
kata Jeod. "Jelas ada Uru'baen, tapi kecil kemungkinan kota itu menjadi
tujuan. Kalau ada yang tewas akibat minyak Seithr di istana Galbatorix, akan
terlalu mudah bagi bangsawan mana pun untuk mengetahui bahwa Kekaisaran membeli
sejumlah besar minyak itu. Sekalipun begitu masih banyak kota lainnya, yang
salah satunya bisa jadi kota yang kita incar."
"Ya,"
kata Eragon, "tapi minyaknya tidak dikirim ke Semua kota itu. Perkamennya
hanya berisi Kuasta, Dras-Leona, Aroughs, dan Belatona. Kuasta tidak akan
sesuai bagi Ra'zac; kota itu di pantai dan dikepung pegunungan. Aroughs
terisolu seperti Ceunon, walau kota itu pusat perdagangan. Dengan begitu
tinggal Belatona dan Dras-Leona, yang agak berdekatan. Di antara keduanya,
kupikir Dras Leona lebih masuk di akal. Kota itu lebih besar dan posisinya
lebih baik."
"Dan
nyaris semua barang untuk Kekaisaran pernah melewati kota itu, termasuk yang
dari Teirm," kata Jeod. "Tempat persembunyian yang bagus bagi
Ra'zac."
"Jadi...
Dras-Leona," kata Brom sambil duduk dan menyulut pipa. "Apa yang ada
dalam catatan?"
Jeod
memandang perkamennya. "Ini. Di awal tahun, tiga kapal minyak Seithr
dikirim ke Dras-Leona. Setiap kapal hanya selisih dua minggu satu sama lain,
dan menurut catatan semuanya dikirim pedagang yang sama. Hal yang sama terjadi
tahun yang lalu dan tahun sebelumnya. Aku ragu ada tukang perhiasan, atau
bahkan sekelompok tukang perhiasan, yang memiliki uang untuk membeli minyak
sebanyak itu."
"Bagaimana
dengan Gil'ead?" tanya Brom, sambil mengangkat alis.
"Kota
itu tidak memiliki akses yang sama seperti kota-kota lain dalam Kekaisaran.
Dan," Jeod mengetuk-ngetuk perkamen, "mereka hanya dua kali menerima
minyak itu selama beberapa tahun terakhir ini." Ia berpikir sejenak, lalu
berkata, "Lagi pula, kupikir ada yang kita lupakan Helgrind."
Brom
mengangguk. "Ah ya, Gerbang-Gerbang Kegelapan. Sudah bertahun-tahun aku
tidak memikirkan tempat itu. Kau benar, dengan begitu Dras Leona sempurna bagi
Ra'zac. Kurasa sudah diputuskan kalau begitu; ke sanalah kita akan pergi."
Eragon
menegakkan duduk dengan tiba-tiba, kehabisan emosi untuk bahkan sekadar
menanyakan apa itu Helgrind. aku akan merasa senang untuk melanjutkan
perburuan. Tapi aku malah merasa seperti ada jurang yang terbuka di depanku.
Dras-Leona! Tempat yang begitu jauh....
Perkamen
berderak sewaktu Jeod perlahan-lahan menggulung peta. Ia memberikan peta itu
kepada Brom dan berkata, "Kau akan membutuhkan peta ini. Ekspedisimu
sering berkata, "Kau akan ke kawasan-kawasan yang terpencil." Sambil
mengangguk, Brom menerima peta ini. Jeod mencengkeram bahunya. "Rasanya
tidak benar kau pergi tanpa diriku. Hatiku berharap bisa ikut, tapi bagian
diriku yang lain mengingatkanku pada usia dan tanggung jawabku."
"Aku
tahu," kata Brom. Lagi pulakau memiliki kehidupan di Teirm. Sudah waktunya
bagi generasi berikut untuk melanjutkan tanggung jawabnya. Kau telah melakukan
bagianmu; bergembiralah."
"Bagaimana
dengan dirimu?" tanya Jeod. "Apakah jalanan pernah berujung
bagimu?"
Tawa hampa
terlontar dari sela bibir Brom. "Aku melihatnya datang, tapi tidak dalam
waktu dekat ini." Ia memadamkan pipa dan mereka kembali ke kamar
masing-masing, kelelahan. Sebelum tidur, Eragon menghubungi Saphira untuk
menyampaikan hasil petualangan malam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar