Eragon (Bab 33)
28 November
2013 pukul 20:23
JEJAK MINYAK
Kenapa aku
kemarin? Eragon bertanya-tanya keesokan paginya. Kepalanya terasa
berdenyut-denyut hebat dan lidahnya terasa tebal dan kaku. Saat seekor tikus
berlari melintasi lantai, Eragon mengernyit mendengar suaranya.
Bagaimana
perasaanmu? tanya Saphira menyebalkan.
Eragon
mengabaikannya.
Sesaat
kemudian, Brom berguling turun dari ranjang sambil menggerutu. Ia menyiram
kepalanya dengan air dingin dari baskom, lalu keluar kamar. Eragon mengikutinya
ke lorong. "Kau mau ke mana?" tanyanya.
"Memulihkan
diri."
"Aku
ikut." Di bar, Eragon mendapati metode pemulihan Brom melibatkan konsumsi
teh panas dan air es, dilengkapi brendi yang melimpah. Sewaktu mereka kembali
ke kamar, Eragon mampu berpikir agak lebih baik.
Brom
menyandang pedang dan meratakan kerut dari mantelnya. "Yang pertama perlu
kita lakukan adalah bertanya secara tidak mencolok. Aku ingin mengetahui kemana
minyak Seithr dikirim di Dras-Leona dan dari sana diantar ke mana. Kemungkinan
besar, para prajurit atau pekerja terlibat dalam pengirimannya. Kita harus
menemukan orang-orang itu dan membujuk salah satunya agar bersedia membuka
mulut.
Mereka
meninggalkan Golden Globe dan mencari gudang tempat minyak Seithr mungkin
dikirimkan. Di dekat Pusat Dras-Leona, jalan-jalan mulai menanjak ke istana
dari granit licin. Istana itu dibangun di atas gundukan tanah hingga menjulang
di atas semua bangunan kecuali katedral.
Halamannya
mosaik dari kulit kerang mutiara, dan beberapa bagian dindingnya dilapisi emas.
Patung hitam berdiri dalam ceruk-ceruk, dengan dupa batang menyala di tangan
mereka yang dingin. Para prajurit yang berjaga setiap empat meter mengawasi
orang-orang yang lalu-lalang dengan tajam.
"Siapa
Yang tinggal di sana?" tanya Eragon terpesona.
"Marcus
Tabor, pemimpin kotaini. Ia bertanggung jawab hanya pada Raja dan hati
nuraninya sendiri, yang akhir-akhir ini tidak begitu aktif," jawab Brom.
Mereka
berjalan mengitari istana, memandang rumah-rumah yang mempunyai gerbang dan
penuh hiasan yang mengelilinginya. Pada tengah hari mereka tidak mendapat apa
pun yang berguna, jadi mereka berhenti untuk makan siang. "Kota ini
terlalu luas untuk kita telusuri bersama," kata Brom. "Kita berpencar
saja. Temui aku di Golden Globe saat senja." Ia memelototi Eragon dari
bawah alis yang lebat. "Aku memercayaimu untuk tidak melakukan kebodohan
apa pun."
"Tidak
akan," kata Eragon berjanji. Brom memberinya sejumlah uang, lalu berjalan
ke arah yang berlawanan.
Sepanjang
sisa hari itu, Eragon berbicara dengan pemilik toko dan pekerja, mencoba
bersikap seramah dan sememesona mungkin. Pertanyaan-pertanyaannya membawa
dirinya menjelajahi kota dari ujung ke ujung dan kembali ke tempat semula.
Tampaknya tidak ada yang tahu tentang minyak itu. Ke mana pun ia pergi,
katedral bagai mengawasi dirinya. Mustahil menghindari menara-menaranya yang
tinggi. Akhirnya ia menemukan seseorang yang pernah membantu mengirimkan minyak
Seithr dan masih ingat ke gudang mana minyak itu dibawa. Eragon dengan penuh
semangat pergi Untuk mengamati gudang itu, lalu kembali ke Golden Globe. Lebih
dari satu jam kemudian Brom baru muncul, bahunya melosot kelelahan. "Ada
yang kautemukan?" tanya Eragon.
Brom
mengibaskan rambut ubanannya ke belakang. "Aku mendengar banyak hal
menarik hari ini, salah satunya adalah Qalbatorix akan mengunjungi Dras-Leona
minggu ini."
Apa?"
seru Eragon.
Brom
menyandar ke dinding, kerut-kerut di keningnya tampak semakin dalam.
"Tampaknya Tabor terlalu mengobral kekuasaannya. Jadi Galbatorix
memutuskan datang dan memberinya sedikit pelajaran tentang kerendahan hati. Ini
pertama kalinya Raja meninggalkan Uru'baen setelah lebih dari sepuluh tahun."
"Menurutmu
ia mengetahui tentang kita?" tanya Eragon.
"Tentu
saja ia tahu, tapi aku yakin ia belum diberi tahu mengenai lokasi kita. Kalau
ia sudah diberitahu, kita pasti telah berada dalam cengkeraman Ra'zac.
Bagaimanapun juga, ini berarti apa pun yang akan kita lakukan terhadap Ra'zac
harus dilakukan sebelum Galbatorix tiba. Kita tidak ingin berada dekat-dekat
dirinya. Satu hal yang menguntungkan kita adalah kepastian bahwa Ra'zac ada di
sini, mempersiapkan kedatangannya."
"Aku
ingin menghabisi Ra'zac," kata Eragon, tinjunya mengepal, "tapi tidak
kalau itu berarti harus berhadapan dengan Raja. Ia mungkin bisa mencabik-cabik
diriku sampai hancur."
Komentar itu
tampaknya menggelikan Brom. "Bagus sekali: kehati-hatian. Dan kau benar;
kau tidak akan bertahan menghadapi Galbatorix. Sekarang katakan apa yang
kauketahui hari ini. Mungkin bisa mengkonfirmasi apa yang kudengar."
Eragon
mengangkat bahu. "Sebagian besar tidak penting, tapi aku sempat
bercakap-cakap dengan orang yang mengetahui ke mana minyak itu dibawa. Hanya
gudang tua. Selain itu, aku tidak menemukan apa pun yang berguna.
"Hariku
sedikit lebih menghasilkan daripada harimu. Aku mendengar kabar yang sama
seperti yang kau dengar, jadi aku pergi ke gudang dan bercakap-cakap dengan
para pekerja di sana. Aku tidak perlu bersusah payah membujuk mereka untuk
memberitahuku bahwa berpeti-peti minyak Seithr selalu dikirim dari gudang itu
ke istana."
"Dan
sesudah itu kau kembali kemari," kata Eragon menyelesaikannya.
"Tidak,
tidak begitu! Jangan menyela. Sesudah itu, aku pergi ke istana dan berhasil
mengusahakan agar diundang ketempat pelayan sebagai penghibur keliling. Selama
beberapa jam dan berkeliaran di sana, menghibur para pelayan juga yang ia
lakukan dengan lagu-lagu dan puisi-puisi dan sambil bertanya-tanya.
perlahan-lahan mengisi pipanya dengan tembakau. "Benar-benar mengagumkan
apa yang bisa diketahui para pelayan ini. Kau tahu salah satu bangsawan
memiliki tiga gundik, dan mereka semua tinggal di bangsal yang sama di
istana?" Ia menggeleng dan menyulut pipa. "Terlepas dari
berita-berita sepele yang memesona, aku diberitahu, secara tidak sengaja, ke
mana minyak itu dibawa dari istana."
"Yaitu...?"
tannya Eragon. Eragon tidak sabar.
Brom
mengisap pipanya dan mengembuskan cincin asap.
Keluar kota,
tentu saja. Setiap bulan purnama dua budak
dikirim ke
kaki Helgrind dengan membawa persediaan untuk sebulan. Setiap kali minyak
Seithr tiba di Dras-Leona, mereka mengirimkannya juga bersama persediaan.
Budak-budak itu tidak pernah terlihat lagi. Dan sewaktu ada yang mengikuti
mereka, ia juga menghilang."
"Kukira
para Penunggang sudah menghapus perbudakan,"
kata Eragon.
"Sayangnya, perbudakan dimulai lagi di bawah kepemimpinan Raja."
"Jadi
Ra'zac ada di Helgrind," kata Eragon, memikirkan gunung karang tersebut.
"Di sana
atau di dekat tempat itu."
"Kalau
mereka memang ada di Helgrind, mereka entah berada di dasarnya dan dilindungi
pintu batu yang tebal atau jauh tinggi di atas tempat hanya tunggangan mereka,
atau Saphira, yang bisa mencapainya. Puncak atau dasar, tempat perlindungan
mereka tidak ragu lagi pasti disamarkan." Ia berpikir sejenak. "Kalau
Saphira dan aku terbang mengitari Helgrind, Ra'zac pasti akan melihat kami
belum lagi seluruh penduduk Dras-Leona."
"Itu
memang jadi masalah," Brom menyetujui.
Eragon mengerutkan
kening. "Bagaimana kalau kita menggantikan kedua budak itu? Bulan purnama
tidak lama lagi. Kita akan mendapat kesempatan yang sempurna untuk mendekati
Ra'zac."
Brom
menarik-narik janggut sambil berpikir. "Tindakan itu Sangat berisiko.
Kalau para budak itu dibunuh dari jarak jauh, kita akan mendapat masalah. Kita
tidak bisa melukai Ra'zac kalau tak bisa melihat mereka."
"Kita
tidak mengetahui apakah budak-budak itu benar-benar dibunuh," Eragon
menukas.
"Aku
yakin mereka dibunuh," kata Brom, wajahnya muram. Lalu matanya berkilau,
dan ia mengembuskan cincin asap yang lain. "Sekalipun begitu, itu gagasan
yang menarik. Kalau kita melakukannya sementara Saphira bersembunyi tidak dari
tempat kita dan..." Brom tidak menyelesaikan kata-katanya "Mungkin
bisa berhasil, tapi kita harus bergerak cepat. Dengan kedatangan Raja, tidak
banyak waktu yang tersisa."
"Apakah
sebaiknya kita pergi ke Helgrind dan melihat-lihat? Ada gunanya melihat-lihat
medan di siang hari agar kita tidak terkejut kalau ada penyergapan," kata
Eragon.
Brom
mengusap tongkatnya. "Itu bisa dilakukan nanti. besok aku akan kembali ke
istana dan memperkirakan bagaimana cara kita menggantikan para budak itu. Tapi
aku harus berhati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan, samaranku bisa
terungkap dengan mudah oleh mata-mata dan ajudan bangsawan yang mengetahui
tentang Ra'zac."
"Aku
tidak habis pikir; kita benar-benar menemukan mereka;' kata Eragon dengan suara
pelan. Bayangan almarhum pamannya dan rumah pertanian yang hancur terbakar,
melintas dalam benaknya. Rahangnya mengeras.
"Bagian
tersulit belum tiba, tapi ya, kita sudah cukup berhasil," kata Brom.
"Kalau keberuntungan tersenyum pada kita, tidak lama lagi kau bisa
membalas dendam dan Varden akan kehilangan musuh yang berbahaya. Apa yang
terjadi sesudah itu terserah padamu."
Eragon
membuka pikirannya dan dengan gembira memberitahu Saphira, Kita menemukan
sarang Ra'zac! Di mana?
Eragon
dengan cepat menjelaskan apa yang mereka temukan
Helgrind,
kata Saphira. Tempat yang cocok bagi mereka.
Eragon menyetujui.
Sesudah urusan kita di sini selesai, mungkin kita bisa mengunjungi Carvahall.
Apa yang
kauinginkan sebenarnya? tanya Saphira, tiba-tiba masam. Kembali ke kehidupanmu
yang dulu? Kau tahu hal itu tidak akan terjadi, jadi berhentilah memikirkannya!
Pada saat tertentu kau harus memutuskan untuk apa kau abdikan hidupmu. Apakah
kau akan bersembunyi sepanjang sisa hidupmu, atau kau akan membantu kaum
Varden? Hanya itu pilihan yang tersisa bagimu, kecuali kau bergabung dengan
Galbatorix, yang tidak akan pernah kusetujui.
Dengan
lembut, Eragon berkata, Kalau aku harus memilih, aku lebih baik menyerahkan
nasibku pada kaum Varden, seperti yang kauketahui dengan baik.
Ya tapi
terkadang kau harus mendengar dirimu sendiri mengatakannya. Saphira
meninggalkan Eragon agar memikirkan kata-katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar